Minggu, 16 April 2017


Sabtu 11 Februari 2017, MI Muhammadiyah 22 Plus Sugihwaras menggelar Gebyar OPEN SCHOOL 2017, OPEN SCHOOL Merupakan kegiatan rutinan yang digelar Dua tahun sekali, yang menampilkan pentas seni Siswa dan Guru MIM 22 Plus Sugihwaras, dan serangkaian Lomba tingkat TK/RA Se - Kecamatan Sugihwaras.
Pada OPEN SCHOOL tahun ini MIM 22 Plus Sugihwaras mengadakan lomba Tahfidz Al - Qur'an dan lomba Mewarna yang diikuti hampir 500 Peserta dari berbagai TK/RA Se - Kecamatan Sugihwaras, dan mengundang Dewan Juri dari luar sekolah yaitu Agus Zigra untuk kategori lomba mewarna dan Ustadz Ibnu Habibi (Dari PP MBS Al - Amin Bojonegoro) untuk kategori lomba Tahfidz.
Ibu Zuliyatin Lailiyah, S.PdI Kepala MIM 22 Plus Sugihwaras mengatakan " Pokoknya kami akan buka bukaan, potensi apa saja yang kami miliki, dengan harapan apa saja yang kami miliki, dengan harapan bisa menginspirasi anak - anak Sugihwaras agar lebih berprestasi" ujarnya pada sesi Sambutan.
Jum'at 10 Februari 2017, MI Muhammadiyah 22 Plus Sugihwaras menggelar Bakti Sosial, Kegiatan ini merupakan serangkaian dari OPEN SCHOOL yang akan digelar esok harinya, Bakti Sosial ini merupakan kegitan rutin yang dilaksanakan MIM 22 Plus Sugihwaras.
Kegiatan ini merupakan sarana untuk menanamkan jiwa berbagi dari peserta didik kepada orang - orang yang membutuhkan, setiap hari Jum'at para peserta didik menyisakan uang sakunya seikhlasnya untuk beramal kemudian dikumpulkan setelah terkumpul maka digunakan kegiatan seperti yang sedang berlangsung saat ini, dibelikan makanan pokok dan dibagikan kepada warga sekitar yang sangat membutuhkan.

Jumat, 14 April 2017




Sabtu 07 Januari 2017, Keluarga Besar MI Muhammadiyah 22 Plus Sugihwaras melaksanakan
kegiatan Kunjungan Industri di Desa Rendeng Kecamatan Malo Bojonegoro, sebanyak 168 siswa MIM 22 Plus Sugihwaras beserta Dewan Guru dan Karyawan mengikuti kegiatan ini.
Dalam industri gerabah ini siswa/siswi MIM 22 diajar langsung oleh tim Karang Taruna Desa setempat.
Berbagai macam gerabah menghiasi wisata edukasi dikecamatan malo ini mulai dari celengan  yang ukuran mini hingga ukuran besar, siswa MIM 22 tidak hanya dibekali teori pembuatan oleh tim karang taruna akan tetapi langsung dipraktekan langsung langkah - langkah dalam proses pembuatan gerabah, dari mulai proses pembentukan pencetakan pengeringan hingga pengecatan.





























Senin, 04 April 2016


Pada tahun ajaran 2016/2017 Madrasah Ibtid’iyah Muhammadiyah 22 “Plus” Sugihwaras menerima pendaftaran peserta didik Baru.
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ
“Allah akan me-ninggikan orang-orang yang beriman diantara kamu sekalian dan orang - orang berilmu dengan beberapa derajat”
(Qs.Al-Mujadilah:11)
MI Muhammadiyah 22 Sugihwaras merupakan lembaga pendidikan dasar yang berupaya mencetak generasi yang Qur’ani, cerdas, intelek, beriptek, berakhlakul karimah, dan bertaqwa. Selain membentuk generasi Islam yang mempunyai jiwa keIslaman, MI Muhammadiyah berusaha menjadikan anak didiknya menjadi generasi yang dapat menghadapi tuntutan arus globalisasi/perkembangan zaman.

Waktu Pendaftaran :


Agenda
Gelombang 1
Gelombang 2
Pendaftaran
1 April  s/d  30 April 2016 
01 Mei  s/d  31 Mei 2016  
Tempat
Kantor MI Muhammadiyah 22 “Plus” Sugihwaras
Hari
Senin s/d Sabtu pukul 08.00 WIB s/d 12.00 WIB


Contact Person:


Abday Rothomi, S.Pd.I                   : 081 335 625 403
Hj. Zuliatin Lailiyah, S.Pd.I           : 085 257 999 630
Luqman Hariyoko, S.Pd.I              : 081 359 451 765
Suyono, S.Pd                                   : 085 773 372 555
M. Rondi, S. Pd.I                             : 081515991993

 
Info lebih lengkap: Silahkan kunjungi web kami:
http://mim22plussugihwaras.blogspot.co.id/

Kamis, 14 Januari 2016


Cerita Inspiratif Islami, Kisah Inspiratif Islami, Nasihat di Kala Sunyi dan Sendiri, Imam Syafi'i, Asy Syafi'i
Pernah bersya'ir Asy Syafi'i,

'Nasihati aku kala sunyi dan sendiri;
jangan di kala ramai dan banyak saksi.
Sebab nasihat di tengah khalayak terasa hinaan yang membuat hatiku pedih dan koyak,
maka maafkan jika aku berontak'

Adalah Imam Ahmad, agung dalam mengamalkannya. Inilah yang dikisahkan Harun ibn Abdillah Al Baghdadi :

Di satu larut malam pintuku diketuk orang. Aku bertanya, "Siapa ?" Suara di luar lirih menjawab, "Ahmad !" Kuselidik, "Ahmad yang mana ?" Nyaris berbisik kudengar, "Ibnu Hanbal" Subhanallah, itu Guruku !

Kubukakan pintu, dan beliau pun masuk dengan langkah berjingkat, kusilakan duduk, maka beliau menempah hati-hati agar kursi tak berderit.

Kutanya, "Ada urusan sangat pentingkah sehingga engkau duhai Guru, berkenan mengunjungiku di malam selarut ini ?" Beliau tersenyum.

"Maafkan aku duhai Harun" ujar beliau lembut dan pelan, "Aku terkenang bahwa kau biasa masih terjaga meneliti hadits di waktu semacam ini. Kuberanikan untuk datang karena ada yang mengganjal di hatiku sejak siang tadi" Aku terperangah, "Apakah hal itu tentang diriku ?" Beliau mengangguk.

"Jangan ragu" ujarku. "Sampaikanlah wahai Guru, ini aku mendengarkanmu"

"Maaf ya Harun" ujar beliau, "Tadi siang kulihat engkau sedang mengajar murid-muridmu. Kau bacakan hadits untuk mereka catat. Kala itu mereka tersengat terik mentari, sedangkan dirimu teduh ternaungi bayangan pepohonan. Lain kali jangan begitu duhai Harun, duduklah dalam keadaan yang sama, sebagaimana muridmu duduk"

Aku tercekat, tak sanggup menjawab. Lalu beliau berbisik lagi, pamit undur diri. Kemudian melangkah berjingkat, menutup pintu hati-hati. Masya Allah, inilah Guruku yang mulia, Ahmad ibn Hanbal. Akhlak indahnya sangat terjaga dalam memberi nasihat dan meluruskan khilafku. Beliau bisa saja menegurku di depan para murid, toh Beliau Guruku yang berhak untuk itu. Tetapi tak dilakukannya demi menjaga wibawaku. Beliau bisa saja datang sore, bakda Maghrib atau Isya' yang mudah baginya. Itu pun tak dilakukannya, demi menjaga rahasia nasihatnya.

Beliau sangat hafal kebiasaanku terjaga di larut malam. Beliau datang mengendap dan berjingkat; bicaranya lembut dan nyaris berbisik. Semua beliau lakukan agar keluargaku tak tahu; agar aku yang adalah ayah dan suami tetap terjaga sebagai imam dan teladan di hati mereka. Maka termuliakanlah Guruku sang pemberi nasihat, yang adab tingginya dalam menasehati menjadikan hatiku menerima dengan ridha dan cinta.

Sumber : Buku 'Menyimak Kicau Merajut Makna' (Salim A. Fillah)

Minggu, 06 Desember 2015

“Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari Kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah. Maka merekalah orang-orang yang diharapkan Termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk“(At Taubah 18).

Masjid sekarang, tidak ubahnya seperti stanplat bus. Jika orang ke stanplat bus, dia akan menganggap selesai kalau tujuannya telah selesai. Kita, misaInya, masuk masjid Sholat, duduk sebentar, lalu pulang; tanpa pernah berbicara apalagi mengenal dengan orang yang duduk di samping kita.

Belum fungsionalkah masjid? dalam hal membina umat, masjid memang belum begitu berperan. Umat kita sekarang adalah umat mengapung. Artinya, tidak mempunyai basis paling bawah. Memang, sebagai organisasi masjid kelihatannya mantap. Di sana, misaInya, ada Takmir Masjid. Tetapi nyatanya belum mulus. Kadang kadang, pengurusnya ada, anggotanya tidak ada. Itu mungkin karena tiadanya keinginan untuk berpartisipasi. Kita bisa shalat jum'at dimana saja. Selama ini, hal itu tampaknya tidak menjadi persoalan. Namun untuk kepentingan wilayah, hal itu sebenarnya kurang menguntungkan. Padahal, masjid sangat mungkin sekali melakukan pembinaan terhadap Jama'ah di wilayahnya. Tetapi, itulah yang justru belum kita kerjakan.
Sebuah hal yang tidak bisa dipungkiri, bahwa hal pertama yang dilakukan oleh Muhammad SAW sesampai di Madinah adalah membangun masjid. Hal lainnya yang juga beliau lakukan sesudah itu ialah mempersaudarakan kaum muslimin, terutama antara Muhajirin dan Anshar, serta membuat kesepakatan konstitusional bersama segenap elemen masyarakat yang ada di Madinah. Betapa pentingnya arti sebuah masjid, Nabi SAW juga menyempatkan diri membangun masjid di Quba’ meskipun beliau hanya tinggal di situ selama empat hari saja.
Sesungguhnya masjid merupakan tempat yang paling penting dalam membangun sebuah masyarakat Islami. Ini tidak lain karena masyarakat Muslim hanya akan terbentuk dengan cara memegang teguh nilai Islam, yang kesemuanya itu tidak lain bersumber dari masjid. Diantara nilai itu ialah:
  1. Memperkuat tali ukhuwah dan cinta diantara kaum muslimin.
  2. Menebarkan semangat persamaan dan keadilan diantara kaum muslimin, meskipun latar belakang dan kondisi mereka berbeda-beda.
  3. Segenap kaum muslimin mau bersatu untuk memegang erat hukum dan syariat Islam, yang kesemuanya sangat efektif dan efisien jika diajarkan didalam masjid.
Ada beberapa hal lain yang mesti dicatat atas peran masjid sebagai basis dakwah.
  1. Masjid merupakan markas proyek pembentukan tata sosial baru yang bersifat relijius.
  2. Masjid merupakan rumah bagi gerakan ekspansi dakwah dan rekayasa sosial politik dalam rangka dakwah Islam.
  3. Masjid merupakan tempat yang terbuka bagi setiap muslim.
  4. Masjid merupakan tempat yang sangat nyaman (suasana ta’abbudiyah yang kental) sekaligus aman untuk dakwah.
  5. Masjid senantiasa menambatkan hati seorang muslim pada akhirat.
  6. Masjid merupakan tempat yang sangat efektif untuk konsolidasi kekuatan ruhiyah.
  7. Masjid merupakan perpaduan antara shilah billah dan shilah binnaas.
  8. Masjid merupakan sarana yang efektif dan efisien untuk penerangan terhadap masyarakat muslim.
  9. Masjid dalam pemanfaatannya harus merepresentasikan keutuhan (syumuliyah) ajaran Islam.
Dalam pengakulisasian ajaran Islam, masjid merupakan salah satu tempat yang sangat strategis sebagai pusat gerakan dakwah Muhammadiyah. Sebagai pusat gerakan dakwah, masjid dapat difungsionalisasikan sebagai pusat pembinaan akidah umat, pusat informasi dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta sebagai pusat gerakan dakwah Muhammadiyah. Hendaknya para Muballigh Muhammadiyah mengkonsolidasikan kekuatan umat di masjid. Caranya para pengurus Masjid memulai membangun tradisi khusus sholat subuh berjamaah yang disusul dengan kuliah tafsir, aqidah, fiqih singkat sekitar 15 menit dan tanya jawab hingga total 30 menit, lalu dilanjutkan dengan pertemuan ukhuwah untuk membahas berbagai masalah yang sedang dihadapi jamaah Masjid untuk dibantu diselesaikan secara riil, seperti masalah ekonomi atau yang lain, atau mengunjungi jamaah yang tidak hadir sholat subuh yang sedang sakit. Ini semata-mata melaksanakan hadits Rasul:
من أصبح وهمه الدنيا فليس من الله في شيء ومن لم يهتم بالمسلمين فليس منهم
“Siapa saja yang bangun pagi-pagi dan perhatiannya hanya dunia maka dia tidak mendapatkan ridlo dari Allah, dan siapa saja yang tidak memperhatikan kaum muslimin maka dia tidak termasuk golongan kaum muslimin”(Mu’jam al al Ausath Juz 1/151).  

Konsolidasi umat dengan basis masjid ini sangat penting. Sebab umat islam memang diperintahkan hidup berjamaah dengan ikatan tali agama Allah dan dilarang umat Islam hidup bercerai-berai apalagi nafsi-nafsi alias individualistik seperti orang kafir Barat. Allah SWT menegaskan dalam firman-Nya: "Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai,…" (QS. Ali Imran 103).
Dan dengan basis memakmurkan masjid dengan menegakkan sholat berjamaah lima waktu, dzikir, baca Al Quran, ta’lim hukum-hukum syariah melalui kuliah tafsir, syarah hadits, dan fiqh yang menjadikan pemahaman umat akan agama Allah semakin kuat maka ikatan mereka dengan tali agama Allah semakin erat. Dengan intensitas dan frekwensi kegiatan umat di masjid akan terwujud suasana ukhuwah Islamiyah yang kuat. Praktek hidup berjamaah kaum muslimin dengan basis masjid ini akan mewujudkan kehidupan Islam semakin nyata. Dan kehidupan Islam secara berjamaah ini adalah kehidupan asasi umat Islam dan sangat urgen bagi tiap individu muslim.
Kekuatan umat di basis masjid harus selalu dipelihara dengan konsolidasi pemikiran, perasaan, dan gerak berjamaah dengan kesatuan gerak dasar, yakni :
1.       Perkuat aqidah dengan penanaman cinta kepada Allah dan cinta kepada Rasul melalui pendekatan qira’atul Quran dan Kajian Sirah/Hadits; 
2.       Memakmurkan Masjid dengan sholat berjamaah lima waktu, khususnya sholat Subuh yang dilanjutkan dengan kajian dan bahas masalah riil ummat; 
3.       Membiasakan dan menggemarkan bayar shodaqoh dan infak perjuangan  untuk membiayai gerakan dakwah. Shodaqoh yang dibayarkan dikumpulkan di masjid sebagai dana ukhuwah Islamiyah untuk menyelesaikan problem jamaah serta membiayai kegiatan gerakan dakwah di tingkat masjid.  Dengan demikian basis kekuatan umat akan terbentuk secara nyata.  
Oleh karena itu harus ada kesadaran bersama di dalam membangun masjid dan membangun kehidupan berjamaah di masjid atau dalam memakmurkan masjid, bahwa semua itu didasarkan semata-mata karena ketaqwaan kepada Allah SWT, melaksanakan perintah dan syariat Allah, meneladani Rasulullah saw;  bukan untuk kepentingan yang lain, apalagi untuk kepentingan-kepentingan yang justru membonsai umat Islam dan agama Islam itu sendiri.
Sebagai pusat pembinaan akidah, masjid dapat difungsikan sebagai tempat pelaksanaan kegiatan majelis taklim, baik kaum bapak, remaja, dan ibu-ibu. Bahkan masjid dapat pula dijadikan tempat belajar bagi anak-anak dengan menggelar atau membuka taman pendidikan Al Qur’an (TPA). Masjid Muhammadiyah, seharusnya telah memfungsikan diri sebagai tempat pengembangan dakwah Muhammadiyah. Sebagai pusat informasi dan pengembangan ilmu, masjid dapat membuka taman bacaan atau perpustakaan yang dilengkapi dengan fasilitas internet.  Saat ini belum begitu banyak masjid yang melengkapi sarana pengembangan ilmu seperti itu. Sebagai pusat gerakan dakwah bil hal, masjid Muhammadiyah seharusnya dapat difungsikan sebagai tempat pelaksanaan  peningkatan ekonomi umat dengan didirikan Baitul Mal wa Tanwil (BMT), koperasi, penyewaan ruangan untuk resepsi dan sebagainya.
Fungsi masjid di zaman Rasulullah Saw adalah sebagai pusat ibadah untuk melakukan kegiatan pembinaan dan peningkatan kualitas umat; sebagai tempat melakukan  belajar mengajar, tempat silaturahmi, komunikasi dan interaksi,  mengurus baitul mal, menerima tamu, menyelesaikan perselisihan umat, menyusun  taktik dan strategi perang dan kegiatan sosial kemasyarakatan lainnya serta  sebagai tempat ibadah seperti,  shalat, dzikir dan beriktikaf.
Dengan demikian, masjid di zaman Rasulullah saw, para sahabat dan generasi berikutnya, memiliki fungsi yang pada intinya perpaduan kegiatan ibadah (khusus) kepada Allah SWT dengan kegiatan muamalah, dan perpaduan kegiatan hablum-minallah deng hablun minan-nas. Sebagai salah pilar pengaktualisian ajaran Islam, masjid Muhammadiyah diharapkan dapat mengoptimalkan perannya.

Dalam hal ini, menarik untuk melihat kaitan antara belum berfungsinya masjid sebagaimana mestinya dengan Persyarikatan Muhammadiyah. Diakui atau tidak, Muhammadiyah punya kekuatan menarik orang untuk berkumpul, walaupun itu dalam tataran perorangan. Selain itu Muhammadiyah harus berfungsi sebagai pembina wilayah. Membina wilayah atau jama'ah, dengan prinsip partisipasi, mempunyai komitmen membina umat dalam segala hal di wilayahnya. Islam yang sekarang ini, masih diorganisir oleh nilai-nillai "abstrak". Belum kongkrit. Solidaritas umat masih berkisar pada solidaritas polity (bukan politik ed). Artinya, kita merupakan kesatuan sosial yang mungkin saja utuh, tetapi tidak mempunyai tujuan yang jelas. Jadi, solidaritas memang ada, hanya belum mengakar. la hanya bisa digunakan secara insidental, misalnya dalam Pemilihan Umum, atau dukungan lainnya yang bersifat temporal. Sudah saatnya kita beralih kepada bentuk solidaritas yang lebih mengakar.
Dan solidaritas yang dimaksudkan adalah solidaritas sosial dan solidaritas ekonomis ditingkat bawah. Artinya, umat tidak hanya disatukan oleh ibadah yang sifatnya bersama, tetapi juga disatukan oleh nasib sosial dan nasib ekonomi yang sama. Tentang nasib sosial, misaInya begini: Sekarang ini kecenderungan pembangunan di masyarakat dibagi bagi menjadi kelas kelas kaya, miskin, negeri, swasta, buruh, majikan, dan lain sebagainya. Itu berarti, masing masing orang ditarik kelasnya. Tetapi kalau ada solidaritas sosial, pembagian ke kelas itu tidak akan ada. Umat itu satu. Dalam hal ini, di tingkat yang paling bawah adalah jama'ah masjid. Sedangkan nasib ekonomis misalnya, kita saling membantu. Sebagai contoh, ada lingkungan masjid yang tidak mampu menyekolahkan anaknya. Itu disantuni oleh jama'ah. Mungkin santunannya tidak berupa uang, tetapi bisa dengan mencarikan pekerjaan untuk orang tuanya. Atau kalau ada yang sakit, kita yang mencarikan obatnya, atau dibantu secara bergotong royong. Bentuk semacam itu yang amat kongkrit. Solidaritas sosial itu, nanti, juga akan mampu membendung polarisasi sosial baik di kota maupun di desa yang kelak bisa saja menjadi "konflik kelas". Sedangkan sofidaritas ekonomis, akan mampu secara mendadak sekalipun, menyantuni anggota jama'ah. Dan dalam jangka panjang, bisa mendidik orang untuk berdiri sendiri.
Apakah dengan demikian masjid diharapkan mampu tampil sebagai pusat perubahan sosial? Agaknya begitu. Artinya, masjid mengubah masyarakat menjadi mandiri. Kemandirian sosial ekonornis di tingkat bawah. Dan itu amat mungkin terjadi. Di desa, misaInya, tentu ada ulama, pedagang, petani, dan lain sebagainya. Dalam pengelolaan zakat, mereka sudah merupakan sumber dana yang jelas. Belum lagi dari hasil pertanian, infaq, dan lain sebagaianya yang kesemuanya bisa dimanfaatkan. Di kota, barangkali agak lebih susah. Tetapi di kota, selalu ada orang yang berada, dan sebaliknya. Jadi, andaikata masjid bisa meningkatkan citranya bahwa dia betul betul bisa dipercaya, orang tidak akan segan mengeluarkan sebagaian penghasilannya, mungkin tidak seperlima, malah lebih.
Kesulitannya, memang, selama ini masjid sekedar dianggap sebagai tempat ibadah formal. Tetapi untuk menjadikannya sebagai pusat gerakan, sesungguhnya tidak terialu sulit, cukup dengan sedikit workshop. Pengurus masjid itu harus bisa apa saja, bagaimana melaksanakan survey mengenai: jumlah penduduk, penghasilan, pekerjaan, dan lain sebagainya, secara sederhana dalam suatu masyarakat. Data data itu memang sebetulnya harus dikuasai. Sebab, kalau kita memiliki data lengkap tentang jamaah masjid, kita akan lebih mudah mengelompokkannya. Yang sangat jelas, itu akan membantu sekali dalam menganalisis sumber sumber tenaga, dan pikiran yang potensial. Masjid Muhammadiyah, dengan tujuan pembinaan wilayah, orientasinya memang lebih mikro, dan lebih mementingkan partisipasi seluruh anggotanya di tingkat bawah. Jadi memantapkan umat, maksudnya adalah umat yang tinggal di wilayah tertentu.Tentu saja pendekatan ini memang mikro, oleh sebab itu harus disertai dengan gerakan penunjang yang bersifat makro. Mungkin struktural, mungkin konstitusional atau apa pun namanya di tingkat atas. Sementara itu, masjid tetap gerakan di bawah. Dan itu menguntungkan. Karena masjid bukan organisasi massa. Jadi, tidak terkena aturan yang bermacam macam.
Agar Masjid Muhammadiyah bisa berperan sebagai Pusat Gerakan Dakwah, maka masjid harus mampu mengoptimalkan pengelolaannya sebagai sarana pembinaan ke-Islaman dan aktivitas keumatan yang sensitif terhadap masalah serta dinamika kehidupan masyarakat Program ini dibreakdown dalam 5 kegiatan sebagai berikut:
1.         Memimpinkan Pelaksanaan  Panduan Pengelolaan Masjid dan Mushalla Muhammadiyah
2.         Menyelenggarakan TOT Pelatihan Ta’mir Masjid dan Mushalla Muhammadiyah
3.         Membangun Jaringan Masjid & Mushalla yang sejalan dengan Muhammadiyah
4.         Membentuk dan Membina Jama’ah di setiap Masjid/Mushalla Muhammadiyah (GJDJ)
5.         Memimpinkan Pelaksanaan Sistem Pembinaan Anggota dan Simpatisan Muhammadiyah
Strategi yang bisa dilakukan adalah dengan menformulasikan pesan dakwah dalam bahasa yang mudah dipahami, membina pengajian dan mengembangkan media dakwah yang efektif.

Sumber: PWM Jatim
Sumber Gambar: https://encrypted-tbn0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcQhZVky430eDrv_MwB4nodcofkTGBSFVRZttf6bD6l3lMSv57_W

Selasa, 24 November 2015


Alquran adalah kitabullah yang diturunkan lafal dan maknanya kepada Nabi Muhammad SAW. Alquran adalah kitab suci yang kekal abadi dan terpelihara serta dijaga oleh Allah SWT sampai akhir zaman.

Allah SWT berfirman dalam surah Al-Hijr ayat 9, "Sesungguhnya, Kamilah yang menurunkan Alquran, dan sesungguhnya Kami yang benar-benar memeliharanya." Rasulullah SAW memelihara Alquran dengan menghafalkan setiap ayat yang diwahyukan kepadanya.

Bahkan, Allah SWT telah menjamin terpeliharanya hafalan Nabi SAW terhadap ayat-ayat Alquran. "Janganlah kamu menggerakan lidahmu untuk (membaca] Alquran karena hendak cepat-cepat menguasainya, sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. (QS Al-Qiyamah 16-17]

Rasulullah SAW sangat mendorong sahabat dan umatnya untuk menghafal ayat-ayat suci Alquran. Orang-orang yang menghafal Alquran mendapat posisi yang istimewa di mata Allah SWT dan Rasulullah SAW. Mereka yang menjaga Alquran lewat hafalan akan mendapat posisi yang terhormat dalam kehidupan di dunia dan di akhirat.

Nabi Muhammad SAW mengibaratkan orang yang tak memiliki hafalan Alquran sebagai gubuk kumuh yang nyaris roboh. "Orang yang tidak mempunyai hafalan Alquran sedikit pun adalah seperti rumah kumuh yang mau runtuh." (HR Tirmidzi). Lantas apa saja keistimewaan yang akan diraih seorang hamba yang menghafal Alquran?

Alquran merupakan pedoman hidup bagi orang yang ingin bahagia di dunia dan akhirat. Menurut dia, Rasulullah SAW mendorongan umatnya untuk mencintai Alquran.  Amr bin Salmah, seorang sahabat Nabi SAW, karena kemampuannya menghafal Alquran, pada usia tujuh tahun telah mendapat posisi yang istimewa di kalangan masyarakatnya. Atas kepandaiannya menghafal Alquran, ia selalu ditunjuk menjadi imam shalat jamaah atau shalat jenazah.

Hal itu sesuai dengan hadis Nabi SAW, "Orang yang paling banyak menghafal ayat-ayat Alquran lebih utama untuk menjadi imam." Demikian pula dengan Ibnu Abbas. Pada usia 10 tahun, ia telah hafal 30 juz. (Bukhari - Fathul Bari). Ia pun kemudian menjadi ulama besar dalam tafsir karena ingatan yang sangat terjaga pada masa kanak-kanak.
"Ahli tafsir terbaik adalah Ibnu Abbas," ujar Abdullah bin Masud.

Bahkan mereka yang mampu menghafal Alquran dalam sebuah hadis disebutkan akan merasakan nikmat kenabian, bedanya ia tidak mendapatkan wahyu. "Barangsiapa yang membaca (hafal) Alquran, maka sungguh dirinya telah menaiki derajat kenabian, hanya saja tidak diwahyukan kepadanya." (HR Hakim)

Selain itu, Alquran juga menjanjikan kebaikan, berkah, dan kenikmatan bagi penghafalnya. Rasulullah SAW dalam hadis yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim bersabda,
"Sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari Alquran dan mengajarkannya."

Mereka yang hafiz Alquran pun akan mendapatkan penghargaan khusus dari Rasulullah SAW. Hal itu pernah terjadi ketika proses pemakaman para syuhada yang gugur di Perang Uhud. "Adalah nabi mengumpulkan di antara dua orang syuhada Uhud kemudian beliau bersabda, "Manakah di antara keduanya yang lebih banyak hafal Alquran, ketika ditunjuk kepada salah satunya, maka beliau mendahulukan pemakamannya di liang lahat." (HR Bukhari)

Nabi SAW pun lebih mempercayai orang yang memiliki hafalan Alquran paling banyak sebagai pemimpin. Dari Abu Hurairah ia berkata, "Telah mengutus Rasulullah SAW sebuah delegasi yang banyak jumlahnya, kemudian Rasul mengetes hafalan mereka, kemudian satu per satu disuruh membaca apa yang sudah dihafal, maka sampailah pada Shahabi yang paling muda usianya, beliau bertanya, "Surah apa yang kau hafal?

"Aku hafal surah ini.. surah ini.. dan surat Al Baqarah."

"Benarkah kamu hafal surat Al Baqarah?" Tanya Nabi lagi.

‘’Benar,’’ jawab Shahabi

Nabi bersabda, "Berangkatlah kamu dan kamulah pemimpin delegasi." (HR At-Turmudzi dan An-Nasai). Selain itu, orang-orang yang hafal Alquran adalah mereka yang diberi ilmu. Tak heran, jika anak-anak yang hafiz Alquran mampu menoreh prestasi yang cemerlang di sekolahnya.

Bahkan, ada pula hadis yang menempatkan para hafiz di posisi yang amat mulia. "Sesungguhnya Allah mempunyai keluarga di antara manusia, para sahabat bertanya, "Siapakah mereka ya Rasulullah?" Rasul menjawab, "Para ahli Alquran. Merekalah keluarga Allah dan pilihan-pilihan-Nya." (HR Ahmad).

Selain mendapat jaminan kemuliaan di dunia, diakhirat kelak nanti para penghafal Alquran akan memiliki derajat yang lebih tinggi. Jaminannya adalah surga. Sungguh, luar biasa. Umat Muslim pun diajarkan untuk menghormati para penghafal Alquran. 

Sumber: REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Heri Ruslan
Sumber Gambar: http://3.bp.blogspot.com