Minggu, 06 Desember 2015

“Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari Kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah. Maka merekalah orang-orang yang diharapkan Termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk“(At Taubah 18).

Masjid sekarang, tidak ubahnya seperti stanplat bus. Jika orang ke stanplat bus, dia akan menganggap selesai kalau tujuannya telah selesai. Kita, misaInya, masuk masjid Sholat, duduk sebentar, lalu pulang; tanpa pernah berbicara apalagi mengenal dengan orang yang duduk di samping kita.

Belum fungsionalkah masjid? dalam hal membina umat, masjid memang belum begitu berperan. Umat kita sekarang adalah umat mengapung. Artinya, tidak mempunyai basis paling bawah. Memang, sebagai organisasi masjid kelihatannya mantap. Di sana, misaInya, ada Takmir Masjid. Tetapi nyatanya belum mulus. Kadang kadang, pengurusnya ada, anggotanya tidak ada. Itu mungkin karena tiadanya keinginan untuk berpartisipasi. Kita bisa shalat jum'at dimana saja. Selama ini, hal itu tampaknya tidak menjadi persoalan. Namun untuk kepentingan wilayah, hal itu sebenarnya kurang menguntungkan. Padahal, masjid sangat mungkin sekali melakukan pembinaan terhadap Jama'ah di wilayahnya. Tetapi, itulah yang justru belum kita kerjakan.
Sebuah hal yang tidak bisa dipungkiri, bahwa hal pertama yang dilakukan oleh Muhammad SAW sesampai di Madinah adalah membangun masjid. Hal lainnya yang juga beliau lakukan sesudah itu ialah mempersaudarakan kaum muslimin, terutama antara Muhajirin dan Anshar, serta membuat kesepakatan konstitusional bersama segenap elemen masyarakat yang ada di Madinah. Betapa pentingnya arti sebuah masjid, Nabi SAW juga menyempatkan diri membangun masjid di Quba’ meskipun beliau hanya tinggal di situ selama empat hari saja.
Sesungguhnya masjid merupakan tempat yang paling penting dalam membangun sebuah masyarakat Islami. Ini tidak lain karena masyarakat Muslim hanya akan terbentuk dengan cara memegang teguh nilai Islam, yang kesemuanya itu tidak lain bersumber dari masjid. Diantara nilai itu ialah:
  1. Memperkuat tali ukhuwah dan cinta diantara kaum muslimin.
  2. Menebarkan semangat persamaan dan keadilan diantara kaum muslimin, meskipun latar belakang dan kondisi mereka berbeda-beda.
  3. Segenap kaum muslimin mau bersatu untuk memegang erat hukum dan syariat Islam, yang kesemuanya sangat efektif dan efisien jika diajarkan didalam masjid.
Ada beberapa hal lain yang mesti dicatat atas peran masjid sebagai basis dakwah.
  1. Masjid merupakan markas proyek pembentukan tata sosial baru yang bersifat relijius.
  2. Masjid merupakan rumah bagi gerakan ekspansi dakwah dan rekayasa sosial politik dalam rangka dakwah Islam.
  3. Masjid merupakan tempat yang terbuka bagi setiap muslim.
  4. Masjid merupakan tempat yang sangat nyaman (suasana ta’abbudiyah yang kental) sekaligus aman untuk dakwah.
  5. Masjid senantiasa menambatkan hati seorang muslim pada akhirat.
  6. Masjid merupakan tempat yang sangat efektif untuk konsolidasi kekuatan ruhiyah.
  7. Masjid merupakan perpaduan antara shilah billah dan shilah binnaas.
  8. Masjid merupakan sarana yang efektif dan efisien untuk penerangan terhadap masyarakat muslim.
  9. Masjid dalam pemanfaatannya harus merepresentasikan keutuhan (syumuliyah) ajaran Islam.
Dalam pengakulisasian ajaran Islam, masjid merupakan salah satu tempat yang sangat strategis sebagai pusat gerakan dakwah Muhammadiyah. Sebagai pusat gerakan dakwah, masjid dapat difungsionalisasikan sebagai pusat pembinaan akidah umat, pusat informasi dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta sebagai pusat gerakan dakwah Muhammadiyah. Hendaknya para Muballigh Muhammadiyah mengkonsolidasikan kekuatan umat di masjid. Caranya para pengurus Masjid memulai membangun tradisi khusus sholat subuh berjamaah yang disusul dengan kuliah tafsir, aqidah, fiqih singkat sekitar 15 menit dan tanya jawab hingga total 30 menit, lalu dilanjutkan dengan pertemuan ukhuwah untuk membahas berbagai masalah yang sedang dihadapi jamaah Masjid untuk dibantu diselesaikan secara riil, seperti masalah ekonomi atau yang lain, atau mengunjungi jamaah yang tidak hadir sholat subuh yang sedang sakit. Ini semata-mata melaksanakan hadits Rasul:
من أصبح وهمه الدنيا فليس من الله في شيء ومن لم يهتم بالمسلمين فليس منهم
“Siapa saja yang bangun pagi-pagi dan perhatiannya hanya dunia maka dia tidak mendapatkan ridlo dari Allah, dan siapa saja yang tidak memperhatikan kaum muslimin maka dia tidak termasuk golongan kaum muslimin”(Mu’jam al al Ausath Juz 1/151).  

Konsolidasi umat dengan basis masjid ini sangat penting. Sebab umat islam memang diperintahkan hidup berjamaah dengan ikatan tali agama Allah dan dilarang umat Islam hidup bercerai-berai apalagi nafsi-nafsi alias individualistik seperti orang kafir Barat. Allah SWT menegaskan dalam firman-Nya: "Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai,…" (QS. Ali Imran 103).
Dan dengan basis memakmurkan masjid dengan menegakkan sholat berjamaah lima waktu, dzikir, baca Al Quran, ta’lim hukum-hukum syariah melalui kuliah tafsir, syarah hadits, dan fiqh yang menjadikan pemahaman umat akan agama Allah semakin kuat maka ikatan mereka dengan tali agama Allah semakin erat. Dengan intensitas dan frekwensi kegiatan umat di masjid akan terwujud suasana ukhuwah Islamiyah yang kuat. Praktek hidup berjamaah kaum muslimin dengan basis masjid ini akan mewujudkan kehidupan Islam semakin nyata. Dan kehidupan Islam secara berjamaah ini adalah kehidupan asasi umat Islam dan sangat urgen bagi tiap individu muslim.
Kekuatan umat di basis masjid harus selalu dipelihara dengan konsolidasi pemikiran, perasaan, dan gerak berjamaah dengan kesatuan gerak dasar, yakni :
1.       Perkuat aqidah dengan penanaman cinta kepada Allah dan cinta kepada Rasul melalui pendekatan qira’atul Quran dan Kajian Sirah/Hadits; 
2.       Memakmurkan Masjid dengan sholat berjamaah lima waktu, khususnya sholat Subuh yang dilanjutkan dengan kajian dan bahas masalah riil ummat; 
3.       Membiasakan dan menggemarkan bayar shodaqoh dan infak perjuangan  untuk membiayai gerakan dakwah. Shodaqoh yang dibayarkan dikumpulkan di masjid sebagai dana ukhuwah Islamiyah untuk menyelesaikan problem jamaah serta membiayai kegiatan gerakan dakwah di tingkat masjid.  Dengan demikian basis kekuatan umat akan terbentuk secara nyata.  
Oleh karena itu harus ada kesadaran bersama di dalam membangun masjid dan membangun kehidupan berjamaah di masjid atau dalam memakmurkan masjid, bahwa semua itu didasarkan semata-mata karena ketaqwaan kepada Allah SWT, melaksanakan perintah dan syariat Allah, meneladani Rasulullah saw;  bukan untuk kepentingan yang lain, apalagi untuk kepentingan-kepentingan yang justru membonsai umat Islam dan agama Islam itu sendiri.
Sebagai pusat pembinaan akidah, masjid dapat difungsikan sebagai tempat pelaksanaan kegiatan majelis taklim, baik kaum bapak, remaja, dan ibu-ibu. Bahkan masjid dapat pula dijadikan tempat belajar bagi anak-anak dengan menggelar atau membuka taman pendidikan Al Qur’an (TPA). Masjid Muhammadiyah, seharusnya telah memfungsikan diri sebagai tempat pengembangan dakwah Muhammadiyah. Sebagai pusat informasi dan pengembangan ilmu, masjid dapat membuka taman bacaan atau perpustakaan yang dilengkapi dengan fasilitas internet.  Saat ini belum begitu banyak masjid yang melengkapi sarana pengembangan ilmu seperti itu. Sebagai pusat gerakan dakwah bil hal, masjid Muhammadiyah seharusnya dapat difungsikan sebagai tempat pelaksanaan  peningkatan ekonomi umat dengan didirikan Baitul Mal wa Tanwil (BMT), koperasi, penyewaan ruangan untuk resepsi dan sebagainya.
Fungsi masjid di zaman Rasulullah Saw adalah sebagai pusat ibadah untuk melakukan kegiatan pembinaan dan peningkatan kualitas umat; sebagai tempat melakukan  belajar mengajar, tempat silaturahmi, komunikasi dan interaksi,  mengurus baitul mal, menerima tamu, menyelesaikan perselisihan umat, menyusun  taktik dan strategi perang dan kegiatan sosial kemasyarakatan lainnya serta  sebagai tempat ibadah seperti,  shalat, dzikir dan beriktikaf.
Dengan demikian, masjid di zaman Rasulullah saw, para sahabat dan generasi berikutnya, memiliki fungsi yang pada intinya perpaduan kegiatan ibadah (khusus) kepada Allah SWT dengan kegiatan muamalah, dan perpaduan kegiatan hablum-minallah deng hablun minan-nas. Sebagai salah pilar pengaktualisian ajaran Islam, masjid Muhammadiyah diharapkan dapat mengoptimalkan perannya.

Dalam hal ini, menarik untuk melihat kaitan antara belum berfungsinya masjid sebagaimana mestinya dengan Persyarikatan Muhammadiyah. Diakui atau tidak, Muhammadiyah punya kekuatan menarik orang untuk berkumpul, walaupun itu dalam tataran perorangan. Selain itu Muhammadiyah harus berfungsi sebagai pembina wilayah. Membina wilayah atau jama'ah, dengan prinsip partisipasi, mempunyai komitmen membina umat dalam segala hal di wilayahnya. Islam yang sekarang ini, masih diorganisir oleh nilai-nillai "abstrak". Belum kongkrit. Solidaritas umat masih berkisar pada solidaritas polity (bukan politik ed). Artinya, kita merupakan kesatuan sosial yang mungkin saja utuh, tetapi tidak mempunyai tujuan yang jelas. Jadi, solidaritas memang ada, hanya belum mengakar. la hanya bisa digunakan secara insidental, misalnya dalam Pemilihan Umum, atau dukungan lainnya yang bersifat temporal. Sudah saatnya kita beralih kepada bentuk solidaritas yang lebih mengakar.
Dan solidaritas yang dimaksudkan adalah solidaritas sosial dan solidaritas ekonomis ditingkat bawah. Artinya, umat tidak hanya disatukan oleh ibadah yang sifatnya bersama, tetapi juga disatukan oleh nasib sosial dan nasib ekonomi yang sama. Tentang nasib sosial, misaInya begini: Sekarang ini kecenderungan pembangunan di masyarakat dibagi bagi menjadi kelas kelas kaya, miskin, negeri, swasta, buruh, majikan, dan lain sebagainya. Itu berarti, masing masing orang ditarik kelasnya. Tetapi kalau ada solidaritas sosial, pembagian ke kelas itu tidak akan ada. Umat itu satu. Dalam hal ini, di tingkat yang paling bawah adalah jama'ah masjid. Sedangkan nasib ekonomis misalnya, kita saling membantu. Sebagai contoh, ada lingkungan masjid yang tidak mampu menyekolahkan anaknya. Itu disantuni oleh jama'ah. Mungkin santunannya tidak berupa uang, tetapi bisa dengan mencarikan pekerjaan untuk orang tuanya. Atau kalau ada yang sakit, kita yang mencarikan obatnya, atau dibantu secara bergotong royong. Bentuk semacam itu yang amat kongkrit. Solidaritas sosial itu, nanti, juga akan mampu membendung polarisasi sosial baik di kota maupun di desa yang kelak bisa saja menjadi "konflik kelas". Sedangkan sofidaritas ekonomis, akan mampu secara mendadak sekalipun, menyantuni anggota jama'ah. Dan dalam jangka panjang, bisa mendidik orang untuk berdiri sendiri.
Apakah dengan demikian masjid diharapkan mampu tampil sebagai pusat perubahan sosial? Agaknya begitu. Artinya, masjid mengubah masyarakat menjadi mandiri. Kemandirian sosial ekonornis di tingkat bawah. Dan itu amat mungkin terjadi. Di desa, misaInya, tentu ada ulama, pedagang, petani, dan lain sebagainya. Dalam pengelolaan zakat, mereka sudah merupakan sumber dana yang jelas. Belum lagi dari hasil pertanian, infaq, dan lain sebagaianya yang kesemuanya bisa dimanfaatkan. Di kota, barangkali agak lebih susah. Tetapi di kota, selalu ada orang yang berada, dan sebaliknya. Jadi, andaikata masjid bisa meningkatkan citranya bahwa dia betul betul bisa dipercaya, orang tidak akan segan mengeluarkan sebagaian penghasilannya, mungkin tidak seperlima, malah lebih.
Kesulitannya, memang, selama ini masjid sekedar dianggap sebagai tempat ibadah formal. Tetapi untuk menjadikannya sebagai pusat gerakan, sesungguhnya tidak terialu sulit, cukup dengan sedikit workshop. Pengurus masjid itu harus bisa apa saja, bagaimana melaksanakan survey mengenai: jumlah penduduk, penghasilan, pekerjaan, dan lain sebagainya, secara sederhana dalam suatu masyarakat. Data data itu memang sebetulnya harus dikuasai. Sebab, kalau kita memiliki data lengkap tentang jamaah masjid, kita akan lebih mudah mengelompokkannya. Yang sangat jelas, itu akan membantu sekali dalam menganalisis sumber sumber tenaga, dan pikiran yang potensial. Masjid Muhammadiyah, dengan tujuan pembinaan wilayah, orientasinya memang lebih mikro, dan lebih mementingkan partisipasi seluruh anggotanya di tingkat bawah. Jadi memantapkan umat, maksudnya adalah umat yang tinggal di wilayah tertentu.Tentu saja pendekatan ini memang mikro, oleh sebab itu harus disertai dengan gerakan penunjang yang bersifat makro. Mungkin struktural, mungkin konstitusional atau apa pun namanya di tingkat atas. Sementara itu, masjid tetap gerakan di bawah. Dan itu menguntungkan. Karena masjid bukan organisasi massa. Jadi, tidak terkena aturan yang bermacam macam.
Agar Masjid Muhammadiyah bisa berperan sebagai Pusat Gerakan Dakwah, maka masjid harus mampu mengoptimalkan pengelolaannya sebagai sarana pembinaan ke-Islaman dan aktivitas keumatan yang sensitif terhadap masalah serta dinamika kehidupan masyarakat Program ini dibreakdown dalam 5 kegiatan sebagai berikut:
1.         Memimpinkan Pelaksanaan  Panduan Pengelolaan Masjid dan Mushalla Muhammadiyah
2.         Menyelenggarakan TOT Pelatihan Ta’mir Masjid dan Mushalla Muhammadiyah
3.         Membangun Jaringan Masjid & Mushalla yang sejalan dengan Muhammadiyah
4.         Membentuk dan Membina Jama’ah di setiap Masjid/Mushalla Muhammadiyah (GJDJ)
5.         Memimpinkan Pelaksanaan Sistem Pembinaan Anggota dan Simpatisan Muhammadiyah
Strategi yang bisa dilakukan adalah dengan menformulasikan pesan dakwah dalam bahasa yang mudah dipahami, membina pengajian dan mengembangkan media dakwah yang efektif.

Sumber: PWM Jatim
Sumber Gambar: https://encrypted-tbn0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcQhZVky430eDrv_MwB4nodcofkTGBSFVRZttf6bD6l3lMSv57_W

0 komentar:

Posting Komentar