Minggu, 06 Desember 2015

“Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari Kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah. Maka merekalah orang-orang yang diharapkan Termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk“(At Taubah 18).

Masjid sekarang, tidak ubahnya seperti stanplat bus. Jika orang ke stanplat bus, dia akan menganggap selesai kalau tujuannya telah selesai. Kita, misaInya, masuk masjid Sholat, duduk sebentar, lalu pulang; tanpa pernah berbicara apalagi mengenal dengan orang yang duduk di samping kita.

Belum fungsionalkah masjid? dalam hal membina umat, masjid memang belum begitu berperan. Umat kita sekarang adalah umat mengapung. Artinya, tidak mempunyai basis paling bawah. Memang, sebagai organisasi masjid kelihatannya mantap. Di sana, misaInya, ada Takmir Masjid. Tetapi nyatanya belum mulus. Kadang kadang, pengurusnya ada, anggotanya tidak ada. Itu mungkin karena tiadanya keinginan untuk berpartisipasi. Kita bisa shalat jum'at dimana saja. Selama ini, hal itu tampaknya tidak menjadi persoalan. Namun untuk kepentingan wilayah, hal itu sebenarnya kurang menguntungkan. Padahal, masjid sangat mungkin sekali melakukan pembinaan terhadap Jama'ah di wilayahnya. Tetapi, itulah yang justru belum kita kerjakan.
Sebuah hal yang tidak bisa dipungkiri, bahwa hal pertama yang dilakukan oleh Muhammad SAW sesampai di Madinah adalah membangun masjid. Hal lainnya yang juga beliau lakukan sesudah itu ialah mempersaudarakan kaum muslimin, terutama antara Muhajirin dan Anshar, serta membuat kesepakatan konstitusional bersama segenap elemen masyarakat yang ada di Madinah. Betapa pentingnya arti sebuah masjid, Nabi SAW juga menyempatkan diri membangun masjid di Quba’ meskipun beliau hanya tinggal di situ selama empat hari saja.
Sesungguhnya masjid merupakan tempat yang paling penting dalam membangun sebuah masyarakat Islami. Ini tidak lain karena masyarakat Muslim hanya akan terbentuk dengan cara memegang teguh nilai Islam, yang kesemuanya itu tidak lain bersumber dari masjid. Diantara nilai itu ialah:
  1. Memperkuat tali ukhuwah dan cinta diantara kaum muslimin.
  2. Menebarkan semangat persamaan dan keadilan diantara kaum muslimin, meskipun latar belakang dan kondisi mereka berbeda-beda.
  3. Segenap kaum muslimin mau bersatu untuk memegang erat hukum dan syariat Islam, yang kesemuanya sangat efektif dan efisien jika diajarkan didalam masjid.
Ada beberapa hal lain yang mesti dicatat atas peran masjid sebagai basis dakwah.
  1. Masjid merupakan markas proyek pembentukan tata sosial baru yang bersifat relijius.
  2. Masjid merupakan rumah bagi gerakan ekspansi dakwah dan rekayasa sosial politik dalam rangka dakwah Islam.
  3. Masjid merupakan tempat yang terbuka bagi setiap muslim.
  4. Masjid merupakan tempat yang sangat nyaman (suasana ta’abbudiyah yang kental) sekaligus aman untuk dakwah.
  5. Masjid senantiasa menambatkan hati seorang muslim pada akhirat.
  6. Masjid merupakan tempat yang sangat efektif untuk konsolidasi kekuatan ruhiyah.
  7. Masjid merupakan perpaduan antara shilah billah dan shilah binnaas.
  8. Masjid merupakan sarana yang efektif dan efisien untuk penerangan terhadap masyarakat muslim.
  9. Masjid dalam pemanfaatannya harus merepresentasikan keutuhan (syumuliyah) ajaran Islam.
Dalam pengakulisasian ajaran Islam, masjid merupakan salah satu tempat yang sangat strategis sebagai pusat gerakan dakwah Muhammadiyah. Sebagai pusat gerakan dakwah, masjid dapat difungsionalisasikan sebagai pusat pembinaan akidah umat, pusat informasi dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta sebagai pusat gerakan dakwah Muhammadiyah. Hendaknya para Muballigh Muhammadiyah mengkonsolidasikan kekuatan umat di masjid. Caranya para pengurus Masjid memulai membangun tradisi khusus sholat subuh berjamaah yang disusul dengan kuliah tafsir, aqidah, fiqih singkat sekitar 15 menit dan tanya jawab hingga total 30 menit, lalu dilanjutkan dengan pertemuan ukhuwah untuk membahas berbagai masalah yang sedang dihadapi jamaah Masjid untuk dibantu diselesaikan secara riil, seperti masalah ekonomi atau yang lain, atau mengunjungi jamaah yang tidak hadir sholat subuh yang sedang sakit. Ini semata-mata melaksanakan hadits Rasul:
من أصبح وهمه الدنيا فليس من الله في شيء ومن لم يهتم بالمسلمين فليس منهم
“Siapa saja yang bangun pagi-pagi dan perhatiannya hanya dunia maka dia tidak mendapatkan ridlo dari Allah, dan siapa saja yang tidak memperhatikan kaum muslimin maka dia tidak termasuk golongan kaum muslimin”(Mu’jam al al Ausath Juz 1/151).  

Konsolidasi umat dengan basis masjid ini sangat penting. Sebab umat islam memang diperintahkan hidup berjamaah dengan ikatan tali agama Allah dan dilarang umat Islam hidup bercerai-berai apalagi nafsi-nafsi alias individualistik seperti orang kafir Barat. Allah SWT menegaskan dalam firman-Nya: "Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai,…" (QS. Ali Imran 103).
Dan dengan basis memakmurkan masjid dengan menegakkan sholat berjamaah lima waktu, dzikir, baca Al Quran, ta’lim hukum-hukum syariah melalui kuliah tafsir, syarah hadits, dan fiqh yang menjadikan pemahaman umat akan agama Allah semakin kuat maka ikatan mereka dengan tali agama Allah semakin erat. Dengan intensitas dan frekwensi kegiatan umat di masjid akan terwujud suasana ukhuwah Islamiyah yang kuat. Praktek hidup berjamaah kaum muslimin dengan basis masjid ini akan mewujudkan kehidupan Islam semakin nyata. Dan kehidupan Islam secara berjamaah ini adalah kehidupan asasi umat Islam dan sangat urgen bagi tiap individu muslim.
Kekuatan umat di basis masjid harus selalu dipelihara dengan konsolidasi pemikiran, perasaan, dan gerak berjamaah dengan kesatuan gerak dasar, yakni :
1.       Perkuat aqidah dengan penanaman cinta kepada Allah dan cinta kepada Rasul melalui pendekatan qira’atul Quran dan Kajian Sirah/Hadits; 
2.       Memakmurkan Masjid dengan sholat berjamaah lima waktu, khususnya sholat Subuh yang dilanjutkan dengan kajian dan bahas masalah riil ummat; 
3.       Membiasakan dan menggemarkan bayar shodaqoh dan infak perjuangan  untuk membiayai gerakan dakwah. Shodaqoh yang dibayarkan dikumpulkan di masjid sebagai dana ukhuwah Islamiyah untuk menyelesaikan problem jamaah serta membiayai kegiatan gerakan dakwah di tingkat masjid.  Dengan demikian basis kekuatan umat akan terbentuk secara nyata.  
Oleh karena itu harus ada kesadaran bersama di dalam membangun masjid dan membangun kehidupan berjamaah di masjid atau dalam memakmurkan masjid, bahwa semua itu didasarkan semata-mata karena ketaqwaan kepada Allah SWT, melaksanakan perintah dan syariat Allah, meneladani Rasulullah saw;  bukan untuk kepentingan yang lain, apalagi untuk kepentingan-kepentingan yang justru membonsai umat Islam dan agama Islam itu sendiri.
Sebagai pusat pembinaan akidah, masjid dapat difungsikan sebagai tempat pelaksanaan kegiatan majelis taklim, baik kaum bapak, remaja, dan ibu-ibu. Bahkan masjid dapat pula dijadikan tempat belajar bagi anak-anak dengan menggelar atau membuka taman pendidikan Al Qur’an (TPA). Masjid Muhammadiyah, seharusnya telah memfungsikan diri sebagai tempat pengembangan dakwah Muhammadiyah. Sebagai pusat informasi dan pengembangan ilmu, masjid dapat membuka taman bacaan atau perpustakaan yang dilengkapi dengan fasilitas internet.  Saat ini belum begitu banyak masjid yang melengkapi sarana pengembangan ilmu seperti itu. Sebagai pusat gerakan dakwah bil hal, masjid Muhammadiyah seharusnya dapat difungsikan sebagai tempat pelaksanaan  peningkatan ekonomi umat dengan didirikan Baitul Mal wa Tanwil (BMT), koperasi, penyewaan ruangan untuk resepsi dan sebagainya.
Fungsi masjid di zaman Rasulullah Saw adalah sebagai pusat ibadah untuk melakukan kegiatan pembinaan dan peningkatan kualitas umat; sebagai tempat melakukan  belajar mengajar, tempat silaturahmi, komunikasi dan interaksi,  mengurus baitul mal, menerima tamu, menyelesaikan perselisihan umat, menyusun  taktik dan strategi perang dan kegiatan sosial kemasyarakatan lainnya serta  sebagai tempat ibadah seperti,  shalat, dzikir dan beriktikaf.
Dengan demikian, masjid di zaman Rasulullah saw, para sahabat dan generasi berikutnya, memiliki fungsi yang pada intinya perpaduan kegiatan ibadah (khusus) kepada Allah SWT dengan kegiatan muamalah, dan perpaduan kegiatan hablum-minallah deng hablun minan-nas. Sebagai salah pilar pengaktualisian ajaran Islam, masjid Muhammadiyah diharapkan dapat mengoptimalkan perannya.

Dalam hal ini, menarik untuk melihat kaitan antara belum berfungsinya masjid sebagaimana mestinya dengan Persyarikatan Muhammadiyah. Diakui atau tidak, Muhammadiyah punya kekuatan menarik orang untuk berkumpul, walaupun itu dalam tataran perorangan. Selain itu Muhammadiyah harus berfungsi sebagai pembina wilayah. Membina wilayah atau jama'ah, dengan prinsip partisipasi, mempunyai komitmen membina umat dalam segala hal di wilayahnya. Islam yang sekarang ini, masih diorganisir oleh nilai-nillai "abstrak". Belum kongkrit. Solidaritas umat masih berkisar pada solidaritas polity (bukan politik ed). Artinya, kita merupakan kesatuan sosial yang mungkin saja utuh, tetapi tidak mempunyai tujuan yang jelas. Jadi, solidaritas memang ada, hanya belum mengakar. la hanya bisa digunakan secara insidental, misalnya dalam Pemilihan Umum, atau dukungan lainnya yang bersifat temporal. Sudah saatnya kita beralih kepada bentuk solidaritas yang lebih mengakar.
Dan solidaritas yang dimaksudkan adalah solidaritas sosial dan solidaritas ekonomis ditingkat bawah. Artinya, umat tidak hanya disatukan oleh ibadah yang sifatnya bersama, tetapi juga disatukan oleh nasib sosial dan nasib ekonomi yang sama. Tentang nasib sosial, misaInya begini: Sekarang ini kecenderungan pembangunan di masyarakat dibagi bagi menjadi kelas kelas kaya, miskin, negeri, swasta, buruh, majikan, dan lain sebagainya. Itu berarti, masing masing orang ditarik kelasnya. Tetapi kalau ada solidaritas sosial, pembagian ke kelas itu tidak akan ada. Umat itu satu. Dalam hal ini, di tingkat yang paling bawah adalah jama'ah masjid. Sedangkan nasib ekonomis misalnya, kita saling membantu. Sebagai contoh, ada lingkungan masjid yang tidak mampu menyekolahkan anaknya. Itu disantuni oleh jama'ah. Mungkin santunannya tidak berupa uang, tetapi bisa dengan mencarikan pekerjaan untuk orang tuanya. Atau kalau ada yang sakit, kita yang mencarikan obatnya, atau dibantu secara bergotong royong. Bentuk semacam itu yang amat kongkrit. Solidaritas sosial itu, nanti, juga akan mampu membendung polarisasi sosial baik di kota maupun di desa yang kelak bisa saja menjadi "konflik kelas". Sedangkan sofidaritas ekonomis, akan mampu secara mendadak sekalipun, menyantuni anggota jama'ah. Dan dalam jangka panjang, bisa mendidik orang untuk berdiri sendiri.
Apakah dengan demikian masjid diharapkan mampu tampil sebagai pusat perubahan sosial? Agaknya begitu. Artinya, masjid mengubah masyarakat menjadi mandiri. Kemandirian sosial ekonornis di tingkat bawah. Dan itu amat mungkin terjadi. Di desa, misaInya, tentu ada ulama, pedagang, petani, dan lain sebagainya. Dalam pengelolaan zakat, mereka sudah merupakan sumber dana yang jelas. Belum lagi dari hasil pertanian, infaq, dan lain sebagaianya yang kesemuanya bisa dimanfaatkan. Di kota, barangkali agak lebih susah. Tetapi di kota, selalu ada orang yang berada, dan sebaliknya. Jadi, andaikata masjid bisa meningkatkan citranya bahwa dia betul betul bisa dipercaya, orang tidak akan segan mengeluarkan sebagaian penghasilannya, mungkin tidak seperlima, malah lebih.
Kesulitannya, memang, selama ini masjid sekedar dianggap sebagai tempat ibadah formal. Tetapi untuk menjadikannya sebagai pusat gerakan, sesungguhnya tidak terialu sulit, cukup dengan sedikit workshop. Pengurus masjid itu harus bisa apa saja, bagaimana melaksanakan survey mengenai: jumlah penduduk, penghasilan, pekerjaan, dan lain sebagainya, secara sederhana dalam suatu masyarakat. Data data itu memang sebetulnya harus dikuasai. Sebab, kalau kita memiliki data lengkap tentang jamaah masjid, kita akan lebih mudah mengelompokkannya. Yang sangat jelas, itu akan membantu sekali dalam menganalisis sumber sumber tenaga, dan pikiran yang potensial. Masjid Muhammadiyah, dengan tujuan pembinaan wilayah, orientasinya memang lebih mikro, dan lebih mementingkan partisipasi seluruh anggotanya di tingkat bawah. Jadi memantapkan umat, maksudnya adalah umat yang tinggal di wilayah tertentu.Tentu saja pendekatan ini memang mikro, oleh sebab itu harus disertai dengan gerakan penunjang yang bersifat makro. Mungkin struktural, mungkin konstitusional atau apa pun namanya di tingkat atas. Sementara itu, masjid tetap gerakan di bawah. Dan itu menguntungkan. Karena masjid bukan organisasi massa. Jadi, tidak terkena aturan yang bermacam macam.
Agar Masjid Muhammadiyah bisa berperan sebagai Pusat Gerakan Dakwah, maka masjid harus mampu mengoptimalkan pengelolaannya sebagai sarana pembinaan ke-Islaman dan aktivitas keumatan yang sensitif terhadap masalah serta dinamika kehidupan masyarakat Program ini dibreakdown dalam 5 kegiatan sebagai berikut:
1.         Memimpinkan Pelaksanaan  Panduan Pengelolaan Masjid dan Mushalla Muhammadiyah
2.         Menyelenggarakan TOT Pelatihan Ta’mir Masjid dan Mushalla Muhammadiyah
3.         Membangun Jaringan Masjid & Mushalla yang sejalan dengan Muhammadiyah
4.         Membentuk dan Membina Jama’ah di setiap Masjid/Mushalla Muhammadiyah (GJDJ)
5.         Memimpinkan Pelaksanaan Sistem Pembinaan Anggota dan Simpatisan Muhammadiyah
Strategi yang bisa dilakukan adalah dengan menformulasikan pesan dakwah dalam bahasa yang mudah dipahami, membina pengajian dan mengembangkan media dakwah yang efektif.

Sumber: PWM Jatim
Sumber Gambar: https://encrypted-tbn0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcQhZVky430eDrv_MwB4nodcofkTGBSFVRZttf6bD6l3lMSv57_W

Selasa, 24 November 2015


Alquran adalah kitabullah yang diturunkan lafal dan maknanya kepada Nabi Muhammad SAW. Alquran adalah kitab suci yang kekal abadi dan terpelihara serta dijaga oleh Allah SWT sampai akhir zaman.

Allah SWT berfirman dalam surah Al-Hijr ayat 9, "Sesungguhnya, Kamilah yang menurunkan Alquran, dan sesungguhnya Kami yang benar-benar memeliharanya." Rasulullah SAW memelihara Alquran dengan menghafalkan setiap ayat yang diwahyukan kepadanya.

Bahkan, Allah SWT telah menjamin terpeliharanya hafalan Nabi SAW terhadap ayat-ayat Alquran. "Janganlah kamu menggerakan lidahmu untuk (membaca] Alquran karena hendak cepat-cepat menguasainya, sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. (QS Al-Qiyamah 16-17]

Rasulullah SAW sangat mendorong sahabat dan umatnya untuk menghafal ayat-ayat suci Alquran. Orang-orang yang menghafal Alquran mendapat posisi yang istimewa di mata Allah SWT dan Rasulullah SAW. Mereka yang menjaga Alquran lewat hafalan akan mendapat posisi yang terhormat dalam kehidupan di dunia dan di akhirat.

Nabi Muhammad SAW mengibaratkan orang yang tak memiliki hafalan Alquran sebagai gubuk kumuh yang nyaris roboh. "Orang yang tidak mempunyai hafalan Alquran sedikit pun adalah seperti rumah kumuh yang mau runtuh." (HR Tirmidzi). Lantas apa saja keistimewaan yang akan diraih seorang hamba yang menghafal Alquran?

Alquran merupakan pedoman hidup bagi orang yang ingin bahagia di dunia dan akhirat. Menurut dia, Rasulullah SAW mendorongan umatnya untuk mencintai Alquran.  Amr bin Salmah, seorang sahabat Nabi SAW, karena kemampuannya menghafal Alquran, pada usia tujuh tahun telah mendapat posisi yang istimewa di kalangan masyarakatnya. Atas kepandaiannya menghafal Alquran, ia selalu ditunjuk menjadi imam shalat jamaah atau shalat jenazah.

Hal itu sesuai dengan hadis Nabi SAW, "Orang yang paling banyak menghafal ayat-ayat Alquran lebih utama untuk menjadi imam." Demikian pula dengan Ibnu Abbas. Pada usia 10 tahun, ia telah hafal 30 juz. (Bukhari - Fathul Bari). Ia pun kemudian menjadi ulama besar dalam tafsir karena ingatan yang sangat terjaga pada masa kanak-kanak.
"Ahli tafsir terbaik adalah Ibnu Abbas," ujar Abdullah bin Masud.

Bahkan mereka yang mampu menghafal Alquran dalam sebuah hadis disebutkan akan merasakan nikmat kenabian, bedanya ia tidak mendapatkan wahyu. "Barangsiapa yang membaca (hafal) Alquran, maka sungguh dirinya telah menaiki derajat kenabian, hanya saja tidak diwahyukan kepadanya." (HR Hakim)

Selain itu, Alquran juga menjanjikan kebaikan, berkah, dan kenikmatan bagi penghafalnya. Rasulullah SAW dalam hadis yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim bersabda,
"Sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari Alquran dan mengajarkannya."

Mereka yang hafiz Alquran pun akan mendapatkan penghargaan khusus dari Rasulullah SAW. Hal itu pernah terjadi ketika proses pemakaman para syuhada yang gugur di Perang Uhud. "Adalah nabi mengumpulkan di antara dua orang syuhada Uhud kemudian beliau bersabda, "Manakah di antara keduanya yang lebih banyak hafal Alquran, ketika ditunjuk kepada salah satunya, maka beliau mendahulukan pemakamannya di liang lahat." (HR Bukhari)

Nabi SAW pun lebih mempercayai orang yang memiliki hafalan Alquran paling banyak sebagai pemimpin. Dari Abu Hurairah ia berkata, "Telah mengutus Rasulullah SAW sebuah delegasi yang banyak jumlahnya, kemudian Rasul mengetes hafalan mereka, kemudian satu per satu disuruh membaca apa yang sudah dihafal, maka sampailah pada Shahabi yang paling muda usianya, beliau bertanya, "Surah apa yang kau hafal?

"Aku hafal surah ini.. surah ini.. dan surat Al Baqarah."

"Benarkah kamu hafal surat Al Baqarah?" Tanya Nabi lagi.

‘’Benar,’’ jawab Shahabi

Nabi bersabda, "Berangkatlah kamu dan kamulah pemimpin delegasi." (HR At-Turmudzi dan An-Nasai). Selain itu, orang-orang yang hafal Alquran adalah mereka yang diberi ilmu. Tak heran, jika anak-anak yang hafiz Alquran mampu menoreh prestasi yang cemerlang di sekolahnya.

Bahkan, ada pula hadis yang menempatkan para hafiz di posisi yang amat mulia. "Sesungguhnya Allah mempunyai keluarga di antara manusia, para sahabat bertanya, "Siapakah mereka ya Rasulullah?" Rasul menjawab, "Para ahli Alquran. Merekalah keluarga Allah dan pilihan-pilihan-Nya." (HR Ahmad).

Selain mendapat jaminan kemuliaan di dunia, diakhirat kelak nanti para penghafal Alquran akan memiliki derajat yang lebih tinggi. Jaminannya adalah surga. Sungguh, luar biasa. Umat Muslim pun diajarkan untuk menghormati para penghafal Alquran. 

Sumber: REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Heri Ruslan
Sumber Gambar: http://3.bp.blogspot.com

Rabu, 18 November 2015


Muktamar Muhammadiyah ke-47 yang berlangsung di Kota Makassar, Sulawesi Selatan pada tanggal 18-22 Syawal 1436 H bertepatan dengan 3 – 7 Agustus 2015 M, salah satunya telah memilih 13 anggota Pimpinan Pusat Muhammadiyah Periode 2015-2020.  Hasil pemilihan dalam Sidang Tanwir tanggal 5 Agustus 2015, telah dipilih 13 orang dari 39 calon anggota tetap, yaitu sebagai berikut (berdasarkan urutan perolehan suara):

1. Haedar Nashir, Dr. H, M.Si 
2. Yunahar Ilyas, Prof. Dr. H, Lc., M.Ag.
3. A. Dahlan Rais, Drs. H, M.Hum 
4. M. Busyro Muqoddas, Dr. SH. M.Hum
5. Abdul Mu'ti,Dr. H, M.Ed.
6. Anwar Abbas,Dr,H. MM., M.Ag.
7. Muhadjir Effendy, Prof., Dr. H, M.A.P.
8. Syafiq A. Mughni, Prof. Dr.
9. Dadang Kahmad, Prof. Dr. H. M.SI.
10. Suyatno, Prof, Dr, M.Pd.
11. Agung Danarto, Dr. H, M.Ag.
12. M. Goodwill Zubir, Drs. H.
13. Hajriyanto Y. Thohari, Drs., MA.

Selanjutnya berdasarkan Pembahasan dan Keputusan Rapat Pleno Pimpinan Pusat Muhammadiyah tanggal 18 Agustus 2015 di Yogyakarta, maka telah disahkan tambahan anggota Pimpinan Pusat Muhammadiyah, yaitu:

1.       
Marpuji Ali, Drs., H., M.Si.
2.       Bahtiar Effendy, Prof., Dr.
3.       Agus Taufiqurrohman, dr. H., M.Kes., Sp.S.
4.       Noordjannah Djohantini, Dra. Hj., MM, M.Si.

Berdasarkan Surat Keputusan PP Muhammadiyah Nomor 124/KEP/I.0/D/2015 maka Susunan Pimpinan Pusat Muhammadiyah Periode 2015-2020 adalah sebagai berikut:

Ketua Umum: Dr. H. Haedar Nashir, M.Si
Ketua:  Prof. Dr. H. Yunahar Ilyas, Lc.,M.Ag.
Ketua:  Drs. H. A. Dahlan Rais, M.Hum.
Ketua:  Dr. H.M. Busyro Muqoddas, SH., M.H.
Ketua:  Dr. H. Anwar Abbas, M.M, M.Ag.
Ketua:  Prof. Dr. H. Muhadjir Effendy, M.AP.
Ketua:  Prof. Dr. H. Syafiq A. Mughni
Ketua:  Frof. Dr. H. Dadang Kahmad, M.Si.
Ketua:  Drs. H. M. Goodwill Zubir
Ketua:  Drs. H. Hajriyanto Y. Thohari, M.A.
Ketua:  Prof. Dr. Bahtiar Effendy
Ketua:  dr. H. Agus Taufiqurrohman, M.Kes, Sp.S.
Ketua:  Dra. Hj. Noordjannah Djohantini. MM., M.Si.,

Sekretaris Umum:  Dr. H. Abdul Mu'ti, M.Ed,
Sekretaris:  Dr. H. Agung Danarto, M.Ag.

Bendahara Umum:  Prof. Dr. H. Suyatno, M.Pd.
Bendahara:  Drs. H. Marpuji Ali, M.Si.

Sumber: http://www.muhammadiyah.or.id/

DR. KH. Saad Ibrahim, M.A terpilih sebagai Ketua Pengurus Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim periode 2015-2020, dalam Musyawarah Wilayah ke-15, Minggu (15/11/2015).
Dengan begitu, Saad Ibrahim akan menggantikan posisi yang sebelumnya dijabat Thohir Luth.
Nadjib Hamid, salah satu tim formatur Musyawarah Wilayah Muhammadiyah Jatim mengatakan, Saad Ibrahim terpilih sebagai Ketua PWM yang baru, setelah rapat tim formatur memutuskan memberikan mandat dan amanah kepada dia.
"Dengan begitu, Pak Saad akan memimpin Muhammadiyah Jatim selama periode lima tahun ke depan," ujarnya.
Sebelum tim formatur bersidang, saat penjaringan nama 13 orang yang akan menjadi tim formatur, Saad Ibrahim mendapat suara tertinggi dari para peserta Musyawarah Wilayah, dengan jumlah 871 suara.
Suara tersebut mengungguli calon formatur lainnya. Yakni Nur Cholis Huda yang mendapat 847 suara dan Prof Zainuddin Maliki dengan 810 suara, Achmad Jainuri (787 suara), dan incumbent Thohir Luth yang memperoleh 773 suara.
Sumber: SURYA.co.id |SURABAYA 
Sumber gambar: http://triknya.com/contoh-logo/wp-content/uploads/sites/2/2015/04/logo-muhammadiyah.jpg

Selasa, 17 November 2015

Kalau ada satu keberuntungan bagi manusia dibanding dengan hewan, maka itu adalah bahwa manusia memiliki kesempatan untuk ma’rifat (kesanggupan mengenal Allah). Kesanggupan ini dikaruniakan Allah karena manusia memiliki akal dan yang terutama sekali hati nurani. Inilah karunia Allah yang sangat besar bagi manusia.
Orang-orang yang hatinya benar-benar berfungsi akan berhasil mengenali dirinya dan pada akhirnya akan berhasil pula mengenali Tuhannya. Tidak ada kekayaan termahal dalam hidup ini, kecuali keberhasilan mengenali diri dan Tuhannya.
Karenanya, siapapun yang tidak bersungguh-sungguh menghidupkan hati nuraninya, dia akan jahil, akan bodoh, baik dalam mengenal dirinya sendiri, lebih-lebih lagi dalam mengenal Allah Azza wa Jalla, Zat yang telah menyempurnakan kejadiannya dan pula mengurus tubuhnya lebih daripada apa yang bisa ia lakukan terhadap dirinya sendiri.
Orang-orang yang sepanjang hidupnya tidak pernah mampu mengenal dirinya dengan baik, tidak akan tahu harus bagaimana menyikapi hidup ini, tidak akan tahu indahnya hidup. Demikian pun, karena tidak mengenal Tuhannya, maka hampir dapat dipastikan kalau yang dikenalnya hanyalah dunia ini saja, dan itu pun sebagian kecil belaka.
Akibatnya, semua kalkulasi perbuatannya, tidak bisa tidak, hanya diukur oleh aksesoris keduniaan belaka. Dia menghargai orang semata-mata karena orang tersebut tinggi pangkat, jabatan, dan kedudukannya, ataupun banyak hartanya. Demikian pula dirinya sendiri merasa berharga di mata orang, itu karena ia merasa memiliki kelebihan duniawi dibandingkan dengan orang lain. Adapun dalam perkara harta, gelar, pangkat, dan kedudukan itu sendiri, ia tidak akan mempedulikan dari mana datangnya dan kemana perginya karena yang penting baginya adalah ada dan tiadanya.
Sebagian besar orang ternyata tidak mempunyai cukup waktu dan kesungguhan untuk bisa mengenali hati nuraninya sendiri. Akibatnya, menjadi tidak sadar, apa yang harus dilakukan di dalam kehidupan dunia yang serba singkat ini. Sayang sekali, hati nurani itu – berbeda dengan dunia – tidak bisa dilihat dan diraba. Kendatipun demikian, kita hendaknya sadar bahwa hatilah pusat segala kesejukan dan keindahan dalam hidup ini.
Seorang ibu yang tengah mengandung ternyata mampu menjalani hari-harinya dengan sabar, padahal jelas secara duniawi tidak menguntungkan apapun. Yang ada malah berat melangkah, sakit, lelah, mual. Walaupun demikian, semua itu toh tidak membuat sang ibu berbuat aniaya terhadap jabang bayi yang dikandungnya.
Datang saatnya melahirkan, apa yang bisa dirasakan seorang ibu, selain rasa sakit yang tak terperikan. Tubuh terluka, darah bersimbah, bahkan tak jarang berjuang diujung maut. Ketika jabang bayi berhasil terlahir ke dunia, subhanallaah, sang ibu malah tersenyum bahagia.
Sang bayi yang masih merah itu pun dimomong siang malam dengan sepenuh kasih sayang. Padahal tangisnya di tengah malam buta membuat sang ibu terkurangkan jatah istirahatnya. Siang malam dengan sabar ia mengganti popok yang sebentar-sebentar basah dan sebentar-sebentar belepotan kotoran bayi. Cucian pun tambah menggunung karena tak jarang pakaian sang ibu harus sering diganti karena terkena pipis si jantung hati. Akan tetapi, Masya Allah, semua beban derita itu toh tidak membuat ia berlaku kasar atau mencampakkan sang bayi.
Ketika tiba saatnya si buah hati belajar berjalan, ibu pun dengan seksama membimbing dan menjaganya. Hatinya selalu cemas jangan-jangan si mungil yang tampak kian hari semakin lucu itu terjatuh atau menginjak duri. Saatnya si anak harus masuk sekolah, tak kurang-kurangnya menjadi beban orang tua. Demikian pula ketika memasuki dunia remaja, mulai tampak kenakalannya, mulai sering membuat kesal orang tua. Sungguh menjadi beban batin yang tidak ringan.
Pendek kata, sewaktu kecil menjadi beban, sudah besar pun tak kurang menyusahkan. Begitu panjang rentang waktu yang harus dijalani orang tua dalam menanggung segala beban, namun begitu sedikit balas jasa anak. Bahkan tak jarang sang anak malah membuat durhaka, menelantarkan, dan mencampakkan kedua orang tuanya begitu saja manakala tiba saatnya mereka tua renta.
Mengapa orang tua bisa sedemikian tahan untuk terus menerus berkorban bagi anak-anaknya? Karena, keduanya mempunyai hati nurani, yang dari dalamnya terpancar kasih sayang yang tulus suci. Walaupun tidak ada imbalan langsung dari anak-anaknya, namun nurani yang memiliki kasih sayang inilah yang memuatnya tahan terhadap segala kesulitan dan penderitaan. Bahkan sesuatu yang menyengsarakan pun terasa tidak menjadi beban.
Oleh karena itu, beruntunglah orang yang ditakdirkan memiliki kekayaan berupa harta yang banyak, akan tetapi yang harus selalu kita jaga dan rawat sesungguhnya adalah kekayaan batin kita berupa hati nurani ini. Hati nurani yang penuh cahaya kebenaran akan membuat pemiliknya merasakan indah dan lezatnya hidup ini karena selalu akan merasakan kedekatan dengan Allah Azza wa Jalla. Sebaliknya, waspadalah bila cahaya hati nurani menjadi redup. Karena, tidak bisa tidak, akan membuat pemiliknya selalu merasakan kesengsaraan lahir batin lantaran senantiasa merasa terjauhkan dari rahmat dan pertolongan-Nya.
Allah Mahatahu akan segala lintasan hati. Dia menciptakan manusia beserta segala isinya ini dari unsur tanah; dan itu berarti senyawa dengan tubuh kita karena sama-sama terbuat dari tanah. Karenanya, untuk memenuhi kebutuhan kita tidaklah cukup dengan berdzikir, tetapi harus dipenuhi dengan aneka perangkat dan makanan, yang ternyata sumbernya dari tanah pula.
Bila perut terasa lapar, maka kita santap aneka makanan, yang sumbernya ternyata dari tanah. Bila tubuh kedinginan, kita pun mengenakan pakaian, yang bila ditelusuri, ternyata unsur-unsurnya terbuat dari tanah. Demikian pun bila suatu ketika tubuh kita menderita sakit, maka dicarilah obat-obatan, yang juga diolah dari komponen-komponen yang berasal dari tanah pula. Pendek kata, untuk segala keperluan tubuh, kita mencarikan jawabannya dari tanah.
Akan tetapi, qolbu ini ternyata tidak senyawa dengan unsur-unsur tanah, sehingga hanya akan terpuaskan laparnya, dahaganya, sakitnya, serta kebersihannya semata-mata dengan mengingat Allah. “Alaa bizikrillaahi tathmainul quluub.” (QS. Ar Rad [13] : 28). Camkan, hatimu hanya akan menjadi tentram jikalau engkau selalu ingat kepada Allah!

Kita akan banyak mempunyai banyak kebutuhan untuk fisik ita, tetapi kita pun memiliki kebutuhan untuk qolbu kita. Karenanya, marilah kita mengarungi dunia ini sambil memenuhi kebutuhan fisik dengan unsur duniawi, tetapi qolbu atau hati nurani kita tetap tertambat kepada Zat Pemilik dunia. Dengan kata lain, tubuh sibuk dengan urusan dunia, tetapi hati harus sibuk dengan Allah yang memiliki dunia. Inilah sebenarnya yang paling harus kita lakukan.
Sekali kta salah dalam mengelola hati – tubuh dan hati sama-sama sibuk dengan urusan dunia – kita pun akan stress jadinya. Hari-hari pun akan senantiasa diliputi kecemasan. Kita akan takut ada yang menghalangi, takut tidak kebagian, takut terjegal, dan seterusnya. Ini semua diakibatkan oleh sibuknya seluruh jasmani dan rohani kita dngan urusan dunia semata.
Inilah sebenarnya yang sangat potensial membuat redupnya hati nurani. Kita sangat perlu meningkatkan kewaspadaan agar jangan sampai mengalami musibah semacam ini.
Bagaimana caranya agar kita mampu senantiasa membuat hati nurani ini tetap bercahaya? Secara umum solusinya adalah sebagaimana yang diungkapkan di atas : kita harus senantiasa berjuang sekuat-kuatnya agar hati ini jangan sampai terlalaikan dari mengingat Allah. Mulailah dengan mengenali apa yang ada pada diri kita, lalu kenali apa arti hidup ini. Dan semua ini bergantung kecermatan kepada ilmu. Kemudian gigihlah untuk melatih diri mengamalkan sekecil apapun ilmu yang dimiliki dengan ikhlas. Jangan lupa untuk selalu memilih lingkungan orang yang baik, orang-orang yang shalih. Mudah-mudahan ikhtiar ini menjadi jalan bagi kita untuk dapat lebih mengenal Allah, Zat yang telah menciptakan dan mengurus kita. Dialah satu-satunya Zat Maha Pembolak-balik hati, yang sama sekali tidak sesulit bagi-Nya untuk membalikan hati yang redup dan kusam menjadi terang benderang dengan cahaya-Nya. Wallahu’alam.
Sumber: https://tausyah.wordpress.com
Sumber gambar: http://d3saint.blogspot.co.id/2005_06_01_archive.html

Minggu, 15 November 2015


Man Jadda Wajada "Barang siapa yang bersungguh-sungguh dapatlah ia". Itulah yang menjadi modal utama Siswa - siswi MI Muhammadiyah 22 Sugihwaras dalam mengembangkan kemampuan serta potensinya. beberapa waktu lalu sebagian siswa siswi MI Muhammadiyah 22 Sugihwaras telah mengikuti olimpiade diantaranya adalah EEC (Emerald Education Centre) serta SSC (Sony Sugema College). Alhasil, berkat kegigihan dan kerja kerasnya banyak diantara mereka yang masuk dalam final olimpiade tersebut. sebanyak 27 siswa dan siswi akan berlomba - lomba untuk menjadi yang terbaik di Jawa Timur dalam olimpiade EEC yang akan berlangsung di Malang. Selain itu, sebanyak 4 siswa juga akan berlomba dalam olimpiade SSC tingkat Jawa Timur yang akan dilaksanakan pada Minggu, 22 September 2015. Inilah bukti bahwa siapa saja yang mau berkerja keras dengan sungguh-sungguh. maka apa yang diinginkan/impikan akan terwujud. Jangan pernah takut untuk Bermimpi. karena dengan Mimpi matahari yang panas itu bisa engkau genggam dengan kedua tanganmu. Keep Spirit!!! Ganbate and Good Luck.

Selasa, 10 November 2015



Syeikh Ammar Bugis. ©2015 Merdeka.com
Merdeka.com - Syeikh Ammar Bugis, namanya menginspirasi banyak orang ketika ulama terkenal di Indonesia Ustaz Yusuf Mansyur, menceritakan perjuangan hidupnya. Meski mengalami cacat fisik sejak lahir, Syeikh Ammar Bugis mampu menjadi penghafal Alquran serta Ulama di Jeddah.

Melalui akun facebook pribadinya, Yusuf Mansyur menceritakan secara lengkap bagaimana Syeikh Ammar Bugis melalui kehidupannya. Ammar merupakan cucu ulama asal Makassar, Abdul Muthalib Bugis yang hijrah dari Sulawesi ke Mekkah untuk mengajar tafsir di Masjidil Haram.

"Beliau adalah Syeikh Ammar Bugis, seorang ulama Jeddah yang juga seorang penghafal Al-Quran yang lahir di Amerika Serikat pada tanggal 22 Oktober 1986. Sejak lahir kondisi beliau lumpuh total tidak bisa berdiri bahkan kepala pun tak bisa ditengokkan ke kanan dan ke kiri. Begitupun dengan lidah yang menjulur keluar sejak lahir. Namun siapa sangka, banyak kelebihan yang beliau miliki," postingnya pada Sabtu (7/11) lalu.

Yusuf Mansyur menjelaskan, meski dengan segala keterbatasan, nyatanya Syeikh Ammar Bugis sudah hafal Alquran sejak usia 13 tahun, setelah dua tahun mendalaminya. Tak pernah patah semangat untuk banyak mempelajari Alquran, bahkan beliau pun mengajar sebagai dosen di Universitas Dubai.

"Kehidupan beliau dengan serba keterbatasan menjadikan cerminan bagi kita agar lebih banyak bersyukur, lebih banyak belajar, lebih banyak beribadah, lebih dekat dengan Allah SWT. Beliau bisa menjadi inspirasi bagi kita semua. Dengan cara pandang beliau, dengan keterbatasannya," tutur postingan yang mendapat 129,364 'likes' tersebut.

Menurutnya, sangat menyayangkan banyak kaum muslimin yang memiliki fisik yang sempurna, tapi banyak yang tidak yakin dengan kemampuan dirinya. Kurang yakin dengan jaminan Allah Yang Maha Kuasa.

"Kesungguhan beliau dalam menjalani kehidupan yang terbatas terbukti atas di anugerahkannya seorang istri dan anak, sebuah keluarga kecil untuk beliau. Bahkan dalam buku karangan beliau, beliau pernah menulis beberapa pertanyaan dalam judul "Qohir Almustahil" (tentang menikah). Jawaban atas pertanyaan beliau, Allah jawab dengan dihadirkannya Ummu Yusuf sebagai pendamping hidupnya," ungkapnya.

"Fenomena Syeikh Ammar ini menunjukkan bahwa tidak ada yang mustahil bagi Allah SWT. Namun pikiran dan perasaan kita sendiri yang seringkali membatasi diri kita, memustahilkan diri kita, yang akhirnya itu semua menjadi doa buat kita sendiri.

Sumber Artikel  : www.merdeka.com
Sumber gambar: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj_M5EVl0t2nDlD3aihwN2c_3yKm_V_sV3LjXQWTyeFpqpCUk9DcO37Bd7Il5s1vyNhE-KBI7C8FTb2xXFNOC7ncuPSKnGt5qhHKmDtRgyQi9VeIXLvAnevPDwOxKGmf4j0UkLKz7cyPT4/s1600/30-juz11.jpg

Jumat, 06 November 2015


Setiap orang telah menjumpai makhluk mungil yang disebut laba-laba berkali-kali dalam hidupnya, baik di rumah, di pedesaan, atau di kebun. Tapi, makhluk kecil ini hanya menarik perhatian serius segelintir orang saja, padahal ia adalah salah satu wujud kesempurnaan ciptaan Allah. Kita perlu mengamati laba-laba ini sedikit lebih dekat untuk melihat kesempurnaan ini.
Benang yang Lebih Kuat dari Baja
Yang pertama kali terlintas dalam benak seseorang ketika berpikir tentang laba-laba adalah jaringnya. Ia merupakan keajaiban desain yang memiliki rancangan tersendiri, beserta perhitungan teknik yang menyertainya. Jika kita memperbesar laba-laba menjadi seukuran manusia, jaring yang dianyamnya akan memiliki tinggi sekitar seratus lima puluh meter. Ini sama tingginya dengan gedung pencakar langit berlantai lima puluh.
Andaikan laba-laba sedemikian besar sehingga mampu membuat jaring dengan lebar lima puluh meter, maka jaring ini akan mampu menghentikan pesawat jumbo jet. Jika demikian, bagaimana laba-laba mampu membuat jaring dengan sifat ini? Agar dapat melakukan hal ini, ia pertama kali harus menggambar rancangannya, persis seperti seorang arsitek. Sebab, struktur arsitektural dengan ukuran dan kekuatan seperti ini, mustahil dilakukan tanpa sebuah perancangan. Setelah rancangan dipersiapkan, laba-laba perlu menghitung seberapa besar beban-beban yang akan menempati posisi-posisi tertentu pada jaring, persis layaknya insinyur konstruksi. Jika tidak, jaring ini pasti akan runtuh.
Jika seseorang mengamati bagaimana laba-laba membangun jaringnya, akan ia temukan sebuah keajaiban yang nyata. Pertama-tama, laba-laba melempar benang yang dipintalnya ke udara, lalu aliran udara ini membawanya ke tempat tertentu di mana ia menempel. Lalu pekerjaan konstruksi dimulai. Perlu satu jam atau lebih untuk menganyam sebuah jaring.
Mulanya, laba-laba menarik benang jenis kuat dan tegang dari titik pusat ke arah luar guna mempersiapkan kerangka jaringnya. Ia lalu menggunakan benang jenis kendor dan lengket untuk membuat lingkaran dari arah luar ke dalam. Dan kini perangkap itu telah siap.
Benang yang digunakan laba-laba sama ajaibnya dengan jaring itu sendiri. Benang laba-laba lima kali lebih kuat dari serat baja dengan ketebalan yang sama. Ia memiliki gaya tegang seratus lima puluh ribu kilogram per meter persegi. Jika seutas tali berdiameter tiga puluh sentimeter terbuat dari benang laba-laba, maka ia akan mampu menahan berat seratus lima puluh mobil.
Ilmuwan menggunakan benang laba-laba sebagai model ketika membuat bahan yang dinamakan Kevlar, yakni bahan pembuatan jaket anti peluru. Peluru berkecepatan seratus lima puluh meter per detik dapat merobek sebagian besar benda yang dikenainya, kecuali barang yang terbuat dari Kevlar. Tetapi, benang laba-laba sepuluh kali lebih kuat daripada kevlar. Benang ini juga lebih tipis dari rambut manusia, lebih ringan dari kapas, tapi lebih kuat dari baja, dan ia diakui sebagai bahan terkuat di dunia.
Baja termasuk material paling kuat yang tersedia bagi manusia yang diproduksi dengan sarana industri berat, menggunakan besi, dan dalam tungku bertemperatur ribuan derajat. Ia didesain khusus agar berdaya tahan tinggi, dan digunakan pada konstruksi lebar, bangunan tinggi, dan jembatan. Laba-laba menghasilkan material yang lima kali lebih kuat dari baja, padahal ia tak memiliki tungku pembakaran dan teknologi apapun. Ia adalah makhluk mungil yang tak mampu berpikir. Sungguh suatu keajaiban bahwa makhluk kecil ini mampu menghasilkan benang yang lebih kokoh dari baja, dan menggunakannya untuk membuat bangunan dengan cara yang sama seperti para arsitek dan insinyur.
Dinopsis: Sang Ahli Pembuat Perangkap
Orang umumnya berpikir bahwa laba-laba adalah makhluk yang menggunakan jaring untuk menangkap mangsa. Namun, spesies yang disebut Dinopis ini tidak menunggu mangsanya terperangkap dalam jaring, tapi ia membuat perangkap bergerak. Ia membuat benang khusus dengan membuat dua ratus gulungan per menitnya. Ia lalu merangkaikan benang-benang ini dengan mengikuti suatu pola yang cerdas. Dengan cara ini, sebuah perangkap mematikan pun kini telah siap.
Ia menunggu di tempat yang sering dilalui serangga untuk menyergapnya. Matanya yang tajam mampu melihat gerakan paling lemah sekalipun. Ia lalu membungkus mangsanya dalam jerat khusus. Laba-laba menangkap lebih dari satu mangsa dalam semalam, dan menganyam jaring yang berbeda untuk setiap mangsa. Jaring ini sungguh merupakan keajaiban desain. Mangsa yang tertangkap tidak berkesempatan untuk lolos.
Laba-laba Dinopsis yang baru lahir telah mampu menganyam jaring mungil. Bayi laba-laba ini sudah menjadi insinyur semenjak ia lahir ke dunia. Kehadiran sejumlah laba-laba muda di tempat sempit dapat menimbulkan sedikit masalah, namun pada akhirnya, segalanya mulai membaik. Bayi laba-laba ini akan segera meninggalkan induk mereka untuk membangun sarang mereka sendiri.
Bolas: Sang Ahli Kimia
Metode berburu Bolas adalah satu lagi keajaiban penciptaan. Laba-laba ini menggunakan metode yang unik untuk menarik perhatian mangsanya, yakni ngengat jantan. Ia pun membuat benang yang lebih kuat dari baja dalam tubuhnya. Benang ini terbungkus oleh butiran-butiran lengket.
Ia mengulurkan benangnya dari sebuah pohon layaknya tangkai pancing, melemparkan tali pancing lalu menunggu dengan sabar, persis seperti pemancing. Laba-laba ini memiliki tipuan cerdik untuk menarik perhatian mangsanya. Ngengat betina mengeluarkan hormon feromon untuk menarik ngengat jantan kepadanya. Laba-laba meniru memproduksi aroma ini dan meletakkannya di bagian ujung perangkap.
Ngengat jantan tergoda mendekati perangkap tersebut. Ketika ngengat mendekat, laba-laba segera menggerakkan benang layaknya sebuah jerat. Dengan rangcangan perangkap ini, ia berhasil menangkap mangsanya.
Feromon memiliki formula kimia yang khas, dan hanya ditemukan pada ngengat betina. Kita harus melewati serangkaian tahapan percobaan dalam laboratorium kimia modern jika ingin membuat bahan kimia yang sama.
Jika kita beranggapan bahwa laba-laba menggunakan kecerdasannya sendiri untuk membuat hormon ini, maka ia harus mengikuti tahapan yang sama. Pertama, ia harus mendapatkan ngengat betina dan belajar bagaimana sang betina ini menarik perhatian ngengat jantan. Lalu ia harus mengambil sampel feromon dari ngengat betina. Ia harus mempelajarinya, dan melakukan berbagai uji laboratorium terhadap formula kimia yang ia temukan. Kemudian ia harus melekatkan zat kimia yang dibuatnya pada ujung tali jeratnya. Namun, laba-laba mungil ini tidak memiliki kecerdasan untuk melakukan pekerjaan seperti ini, apalagi keahlian dan laboratorium kimia.
Jadi, bagaimana laba-laba ini mampu meniru membuat feromon, layaknya seorang ahli kimia? Bagaimana ia berpikir untuk menempelkannya diujung benangnya? Pertanyaan-pertanyaan ini menghantarkan kita pada kebenaran yang nyata. Zat kimia feromon, ngengat betina yang memproduksinya dan laba-laba yang menggunakannya untuk berburu, kesemuanya diciptakan oleh Allah. Contoh ini, sekali lagi menunjukkan kesempurnaan ciptaan Allah, Penguasa seluruh alam, dan semua makhluk hidup di dalamnya.
Laba-laba muda Bolas telah mampu membuat tali jeratnya yang pertama kali. Laba-laba ini bahkan lebih kecil dari ujung jari Anda, dan jeratnya lebih kecil dari kepala jarum.
Trapdoor: Si Ahli Pembuat Sensor
Satu spesies lain yang menggunakan teknik sangat cerdas untuk menangkap mangsanya adalah Trapdoor. Berbeda dengan laba-laba lain yang menggunakan jaring, spesies ini menyerang dari dalam tanah. Mula-mula ia menggali liang dalam tanah, kemudian membuat penutup melingkar untuk sarangnya dengan menggunakan benang dan tanah. Ia menempelkan salah satu tepi penutup ini ke tanah seperti engsel. Ia merentangkan benang-benang ke arah luar dari sarangnya, lalu menyamarkan benang dan pintu masuk ke sarang dengan tanah atau dedaunan. Sistem ini menjadikannya mampu merasakan getaran paling lemah di luar sarangnya, dan langsung menyergap sumber getaran tersebut.
Perangkap yang telah selesai dibuat, dan telah siap digunakan, sama sekali tersamarkan. Dengan demikian, serangga yang mendekatinya tidak merasa curiga, hingga akhirnya ia menjadi mangsa bagi laba-laba. Tapi, bagaimana laba-laba yang tak mampu berpikir dan bernalar, memiliki ide untuk membuat perangkap, dan kemudian menempatkan sensor sensitif di bagian luarnya. Siapakah yang mengajarinya menyembunyikan sarang dengan menyamarkannya seperti bunga di atas tanah? Dan yang lebih menarik lagi adalah kenyataan bahwa setiap laba-laba yang lahir mengetahui teknik berburu dari jenisnya.
Tak diragukan lagi, ini adalah bukti bahwa laba-laba diberi ilham agar dapat membuat jaring dan membangun perangkap. Dialah Allah, Tuhan Seluruh Alam, yang menciptakan makhluk-makhluk ini dengan perilaku mereka yang mengagumkan, dan mengilhami mereka tentang apa yang mereka kerjakan.

Sumber : info@harunyahya.com
Sumber Gambar: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhRkfsfcI6rx63CFApZ1z6_Qo9qNB9cgwZ1amBPQ9FM5Fl77O-yooeJoBYwDgeYzoqkUAnUwLNoGWqgA19S01ZbyGO_MQ0_wgpMO6W7TSAWjNVmnZreWqilDXdWBbx0zAGg1lEnAY-ZcZk/s1600/Laba-laba.jpg

Dan Rabbmu mewahyukan kepada lebah: Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia. (QS. An-Nahl, 16:68)
Lebah madu membuat tempat penyimpanan madu dengan bentuk heksagonal. Sebuah bentuk penyimpanan yang paling efektif dibandingkan dengan bentuk geometris lain. Lebah menggunakan bentuk yang memungkinkan mereka menyimpan madu dalam jumlah maksimal dengan menggunakan material yang paling sedikit. Para ahli matematika merasa kagum ketika mengetahui perhitungan lebah yang sangat cermat. Aspek lain yang mengagumkan adalah cara komunikasi antar lebah yang sulit untuk dipercaya. Setelah menemukan sumber makanan, lebah pemadu yang bertugas mencari bunga untuk pembuatan madu terbang lurus ke sarangnya. Ia memberitahukan kepada lebah-lebah yang lain arah sudut dan jarak sumber makanan dari sarang dengan sebuah tarian khusus. Setelah memperhatikan dengan seksama isyarat gerak dalam tarian tersebut, akhirnya lebah-lebah yang lainnya mengetahui posisi sumber makanan tersebut dan mampu menemukannya tanpa kesulitan.
Lebah menggunakan cara yang sangat menarik ketika membangun sarang. Mereka memulai membangun sel-sel tempat penyimpanan madu dari sudut-sudut yang berbeda, seterusnya hingga pada akhirnya mereka bertemu di tengah. Setelah pekerjaan usai, tidak nampak adanya ketidakserasian ataupun tambal sulam pada sel-sel tersebut. Manusia tak mampu membuat perancangan yang sempurna ini tanpa perhitungan geometris yang rumit; akan tetapi lebah melakukannya dengan sangat mudah. Fenomena ini membuktikan bahwa lebah diberi petunjuk melalui “ilham” dari Allah swt sebagaimana firman Allah dalam surat An-Nahl ayat 68 di atas.

Sejak jutaan tahun yang lalu lebah telah menghasilkan madu sepuluh kali lebih banyak dari yang mereka butuhkan. Satu-satunya alasan mengapa binatang yang melakukan segala perhitungan secara terinci ini memproduksi madu secara berlebihan adalah agar manusia dapat memperoleh manfaat dari madu yang mengandung “obat bagi manusia” tersebut. Allah menyatakan tugas lebah ini dalam Al-Qur'an:
Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, didalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Rabb) bagi orang-orang yang memikirkan. (QS. An-Nahl, 16: 69)
Tahukah anda tentang manfaat madu sebagai salah satu sumber makanan yang Allah sediakan untuk manusia melalui serangga yang mungil ini?
Madu tersusun atas beberapa molekul gula seperti glukosa dan fruktosa serta sejumlah mineral seperti magnesium, kalium, potasium, sodium, klorin, sulfur, besi dan fosfat. Madu juga mengandung vitamin B1, B2, C, B6 dan B3 yang komposisinya berubah-ubah sesuai dengan kualitas madu bunga dan serbuk sari yang dikonsumsi lebah. Di samping itu di dalam madu terdapat pula tembaga, yodium dan seng dalam jumlah yang kecil, juga beberapa jenis hormon.
Sebagaimana firman Allah, madu adalah “obat yang menyembuhkan bagi manusia”. Fakta ilmiah ini telah dibenarkan oleh para ilmuwan yang bertemu pada Konferensi Apikultur Sedunia (World Apiculture Conference) yang diselenggarakan pada tanggal 20-26 September 1993 di Cina. Dalam konferensi tersebut didiskusikan pengobatan dengan menggunakan ramuan yang berasal dari madu. Para ilmuwan Amerika mengatakan bahwa madu, royal jelly, serbuk sari dan propolis (getah lebah) dapat mengobati berbagai penyakit. Seorang dokter asal Rumania mengatakan bahwa ia mencoba menggunakan madu untuk mengobati pasien katarak, dan 2002 dari 2094 pasiennya sembuh sama sekali. Para dokter asal Polandia juga mengatakan dalam konferensi tersebut bahwa getah lebah (bee resin) dapat membantu menyembuhkan banyak penyakit seperti bawasir, penyakit kulit, penyakit ginekologis dan berbagai penyakit lainnya

Sumber:info@harunyahya.com
Sumber Gambar: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEigJYGBs_y80MBCbH05Vp_QbfTyrD2meKefmRiYOpIKcTzOTwPdKt7TL2vmfbZ1cmhfemb-2eJBxbyy97AYVqrReZOpBheiawwsZyhiGUPyVtF6R1zAaLx9jzxKUrTkd95Kh9E4YtwGMBw/s1600/Honey_Bee_BTA_092708_074.jpg




Jika Allah menolong kamu, maka tak adalah orang yang dapat mengalahkan kamu..." (Q. S Ali Imran (3) : 160)
Bagaimana kita memahami pengertian hidup sukses? Dari mana harus memulainya ketika kita ingin segera diperjuangkan? Tampaknya tidak terlalu salah bila ada orang yang telah berhasil menempuh jenjang pendidikan tinggi, bahkan lulusan luar negeri, lalu menganggap dirinya orang sukses. Mungkin juga seseorang yang gagal dalam menempuh jalur pendidikan formal belasan tahun lalu, tetapi saat ini berani menepuk dada karena yakin bahwa dirinya telah mencapai sukses. Mengapa demikian? Karena, ia telah memilih dunia wirausaha, lalu berusaha keras tanpa mengenal lelah, sehingga mewujudlah segala buah jerih payahnya itu dalam belasan perusahaan besar yang menguntungkan.
Seorang ayah dihari tuanya tersenyum puas karena telah berhasil mengayuh bahtera rumah tangga yang tentram dan bahagia, sementara anak anaknya telah ia antar ke gerbang cakrawala keberhasilan hidup yang mandiri. Seorang kiai atau mubaligh juga berusaha mensyukuri kesuksesan hidupnya ketika jutaan umat telah menjadi jamaahnya yang setia dan telah menjadikannya sebagai panutan, sementara pesantrennya selalu dipenuh sesaki ribuan santri. Pendek kata, adalah hak setiap orang untuk menentukan sendiri dari sudut pandang mana ia melihat kesuksesan hidup. Akan tetapi, dari sudut pandang manakah seyogyanya seorang muslim dapat menilik dirinya sebagai orang yang telah meraih hidup sukses dalam urusan dunianya?
Membangun Fondasi
Kalau kita hendak membangun rumah, maka yang perlu terlebih dahulu dibuat dan diperkokoh adalah fondasinya. Karena, fondasi yang tidak kuat sudah dapat dipastikan akan membuat bangunan cepat ambruk kendati dinding dan atapnya dibuat sekuat dan sebagus apapun. Sering terjadi menimpa sebuah perusahaan, misalnya yang asalnya memiliki kinerja yang baik, sehingga maju pesat, tetapi ternyata ditengah jalan rontok. Padahal, perusahaan tersebut tinggal satu dua langkah lagi menjelang sukses. Mengapa bisa demikian? ternyata faktor penyebabnya adalah karena didalamnya merajalela ketidakjujuran, penipuan, intrik dan aneka kezhaliman lainnya.
Tak jarang pula terjadi sebuah keluarga tampak berhasil membina rumah tangga dan berkecukupan dalam hal materi. Sang suami sukses meniti karir dikantornya, sang isteri pandai bergaul ditengah masyarakat, sementara anak-anaknya pun berhasil menempuh jenjang studi hingga ke perguruan tinggi, bahkan yang sudah bekerjapun beroleh posisi yang bagus. Namun apa yang terjadi kemudian?
Suatu ketika hancurlah keutuhan rumah tangganya itu karena beberapa faktor yang mungkin mental mereka tidak sempat dipersiapkan sejak sebelumnya untuk menghadapinya. Suami menjadi lupa diri karena harta, gelar, pangkat dan kedudukannya, sehingga tergelincir mengabaikan kesetiaannya kepada keluarga. Isteripun menjadi lupa akan posisinya sendiri, terjebak dalam prasangka, mudah iri terhadap sesamanya dan bahkan menjadi pendorong suami dalam berbagai perilaku licik dan curang. Anak-anakpun tidak lagi menemukan ketenangan karena sehari-hari menonton keteladanan yang buruk dan menyantap harta yang tidak berkah.

Lalu apa yang harus kita lakukan untuk merintis sesuatu secara baik? Alangkah indah dan mengesankan kalau kita meyakini satu hal, bahwa tiada kesuksesan yang sesungguhnya, kecuali kalau Allah Azza wa Jalla menolong segala urusan kita. Dengan kata lain apabila kita merindukan dapat meraih tangga kesuksesan, maka segala aspek yang berkaitan dengan dimensi sukses itu sendiri harus disandarkan pada satu prinsip, yakni sukses dengan dan karena pertolongan-Nya. Inilah yang dimaksud dengan fondasi yang tidak bisa tidak harus diperkokoh sebelum kita membangun dan menegakkan mernara gading kesuksesan.
Sunnatullah dan Inayatullah
Terjadinya sesoang bisa mencapai sukses atau terhindar dari sesuatu yang tidak diharapkannya, ternyata amat bergantung pada dua hal yakni sunnatullah dan inayatullah. Sunatullah artinya sunnah-sunnah Allah yang mewujud berupa hukum alam yang terjadinya menghendaki proses sebab akibat, sehingga membuka peluang bagi perekayasaan oleh perbuatan manusia. Seorang mahasiswa ingin menyelesaikan studinya tepat waktu dan dengan predikat memuaskan. Keinginan itu bisa tercapai apabila ia bertekad untuk bersungguh-sungguh dalam belajarnya, mempersiapkan fisik dan pikirannya dengan sebaik-baiknya, lalu meningkatkan kuantitas dan kualitas belajarnya sedemikian rupa, sehingga melebihi kadar dan cara belajar yang dilakukan rekan-rekannya. Dalam konteks sunnatullah, sangat mungkin ia bisa meraih apa yang dicita-citakannya itu.
Akan tetapi, ada bis yang terjatuh ke jurang dan menewaskan seluruh penumpangnya, tetapi seorang bayi selamat tanpa sedikitpun terluka. Seorang anak kecil yang terjatuh dari gedung lantai ketujuh ternyata tidak apa-apa, padahal secara logika terjatuh dari lantai dua saja ia bisa tewas. Sebaliknya, mahasiswa yang telah bersungguh-sungguh berikhtiar tadi, bisa saja gagal total hanya karena Allah menakdirkan ia sakit parah menjelang masa ujian akhir studinya, misalnya. Segala yang mustahil menurut akal manusia sama sekali tidak ada yang mustahil bila inayatullah atau pertolongan Allah telah turun.

Demikian pula kalau kita berbisnis hanya mengandalkan ikhtiar akal dan kemampuan saja, maka sangat mungkin akan beroleh sukses karena toh telah menetapi prasyarat sunnatullah. Akan tetapi, bukankah rencana manusia tidak mesti selalu sama dengan rencana Allah. Dan adakah manusia yang mengetahui persis apa yang menjadi rencana Nya atas manusia? Boleh saja kita berjuang habis-habisan karena dengan begitu orang kafirpun toh beroleh kesuksesan. Akan tetapi, kalau ternyata Dia menghendaki lain lantas kita mau apa? mau kecewa? kecewa sama sekali tidak mengubah apapun. Lagipula, kecewa yang timbul dihati tiada lain karena kita amat menginginkan rencana Allah itu selalu sama dengan rencana kita. Padahal Dialah penentu segala kejadian karena hanya Dia yang Maha Mengetahui hikmah dibalik segala kejadian.
Rekayasa Diri
Apa kuncinya? Kuncinya adalah kalau kita menginginkan hidup sukses di dunia, maka janganlah hanya sibuk merekayasa diri dan keadaan dalam rangka ikhtiar dhahir semata, tetapi juga rekayasalah diri kita supaya menjadi orang yang layak ditolong oleh Allah. Ikhtiar dhahir akan menghadapkan kita pada dua pilihan, yakni tercapainya apa yang kita dambakan - karena faktor sunnatullah tadi - namun juga tidak mustahil akan berujung pada kegagalan kalau Allah menghendaki lain.
Lain halnya kalau ikhtiar dhahir itu diseiringkan dengan ikhtiar bathin.

Mengawalinya dengan dasar niat yang benar dan ikhlas semata mata demi ibadah kepada Allah. Berikhtiar dengan cara yang benar, kesungguhan yang tinggi, ilmu yang tepat sesuai yang diperlukan, jujur, lurus, tidak suka menganiaya orang lain dan tidak mudah berputus asa. Senantiasa menggantungkan harap hanya kepada Nya semata, seraya menepis sama sekali dari berharap kepada makhluk. Memohon dengan segenap hati kepada Nya agar bisa sekiranya apa-apa yang tengah diikhtiarkan itu bisa membawa maslahat bagi dirinya mapun bagi orang lain, kiranya Dia berkenan menolong memudahkan segala urusan kita. Dan tidak lupa menyerahkan sepenuhnya segala hasil akhir kepada Dia Dzat Maha Penentu segala kejadian. Bila Allah sudah menolong, maka siapa yang bisa menghalangi pertolongan-Nya? Walaupun bergabung jin dan manusia untuk menghalangi pertolongan yang diturunkan Allah atas seorang hamba Nya sekali-kali tidak akan pernah terhalang karena Dia memang berkewajiban menolong hamba-hambaNya yang beriman.
"Jika Allah menolong kamu, maka tak adalah orang yang dapat mengalahkan kamu. Jika Allah membiarkan kamu
(tidak memberikan pertolongan) maka siapakah gerangan yang dapat menolong kamu (selain) dari Allah sesudah itu? Karena itu hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakal"
(QS Ali Imran (3) : 160).


Sumber Artikel   : Tausiyah Aa Gym
Sumber Gambar : http://bioenergicenter.com/wp-content/uploads/2012/06/Sukses-400x260.jpg
Suatu saat, adzan Maghrib tiba. Kami bersegera shalat di sebuah mesjid yang dikenal dengan tempat mangkalnya aktivis Islam yang mempunyai kesungguhan dalam beribadah. Di sana tampak beberapa pemuda yang berpakaian “khas Islam” sedang menantikan waktu shalat. Kemudian, adzan berkumandang dan qamat pun segera diperdengarkan sesudah shalat sunat. Hal yang menarik adalah begitu sungguh-sungguhnya keinginan imam muda untuk merapikan shaf. Tanda hitam di dahinya, bekas tanda sujud, membuat kami segan. Namun, tatkala upaya merapikan shaf dikatakan dengan kata-kata yang agak ketus tanpa senyuman, “Shaf, shaf, rapikan shafnya!”, suasana shalat tiba-tiba menjadi tegang karena suara lantang dan keras itu. Karuan saja, pada waktu shalat menjadi sulit khusyu, betapa pun bacan sang imam begitu bagus karena terbayang teguran yang keras tadi.Seusai shalat, beberapa jemaah shalat tadi tidak kuasa menahan lisan untuk saling bertukar ketegangan yang akhirnya disimpulkan, mereka enggan untuk shalat di tempat itu lagi. Pada saat yang lain, sewaktu kami berjalan-jalan di Perth, sebuah negara bagian di Australia, tibalah kami di sebuah taman. Sungguh mengherankan, karena hampir setiap hari berjumpa dengan penduduk asli, mereka tersenyum dengan sangat ramah dan menyapa “Good Morning!” atau sapa dengan tradisinya. Yang semuanya itu dilakukan dengan wajah cerah dan kesopanan. Kami berupaya menjawab sebisanya untuk menutupi kekagetan dan kekaguman. Ini negara yang sering kita sebut negara kaum kafir.
Dua keadaan ini disampaikan tidak untuk meremehkan siapapun tetapi untuk mengevaluasi kita, ternyata luasnya ilmu, kekuatan ibadah, tingginya kedudukan, tidak ada artinya jikalau kita kehilangan perilaku standar yang dicontohkan Rasulullah SAW, sehingga mudah sekali merontokan kewibawaan dakwah itu sendiri.
Ada beberapa hal yang dapat kita lakukan dengan berinteraksi dengan sesama ini, bagaimana kalau kita menyebutnya dengan 5 (lima) S : Senyum, salam, sapa, sopan, dan santun.
Kita harus meneliti relung hati kita jikalau kita tersenyum dengan wajah jernih kita rasanya ikut terimbas bahagia. Kata-kata yang disampaikan dengan senyuman yang tulus, rasanya lebih enak didengar daripada dengan wajah bengis dan ketus. Senyuman menambah manisnya wajah walaupun berkulit sangat gelap dan tua keriput. Yang menjadi pertanyaan, apakah kita termasuk orang yang senang tersenyum untuk orang lain? Mengapa kita berat untuk tersenyum, bahkan dengan orang yang terdekat sekalipun. Padahal Rasulullah yang mulia tidaklah berjumpa dengan orang lain kecuali dalam keadaan wajah yang jernih dan senyum yang tulus. Mengapa kita begitu enggan tersenyum? Kepada orang tua, guru, dan orang-orang yang berada di sekitar kita?
S yang kedua adalah salam. Ketika orang mengucapkan salam kepada kita dengan keikhlasan, rasanya suasana menjadi cair, tiba-tiba kita merasa bersaudara. Kita dengan terburu-buru ingin menjawabnya, di situ ada nuansa tersendiri. Pertanyaannya, mengapa kita begitu enggan untuk lebih dulu mengucapkan salam? Padahal tidak ada resiko apapun. Kita tahu di zaman Rasulullah ada seorang sahabat yang pergi ke pasar, khusus untuk menebarkan salam. Negara kita mayoritas umat Islam, tetapi mengapa kita untuk mendahului mengucapkan salam begitu enggan? Adakah yang salah dalam diri kita?
S ketiga adalah sapa. Mari kita teliti diri kita kalau kita disapa dengan ramah oleh orang lain rasanya suasana jadi akrab dan hangat. Tetapi kalau kita lihat di mesjid, meski duduk seorang jamaah di sebelah kita, toh nyaris kita jarang menyapanya, padahal sama-sama muslim, sama-sama shalat, satu shaf, bahkan berdampingan. Mengapa kita enggan menyapa? Mengapa harus ketus dan keras? Tidakkah kita bisa menyapa getaran kemuliaan yang hadir bersamaan dengan sapaan kita?
S keempat, sopan. Kita selalu terpana dengan orang yang sopan ketika duduk, ketika lewat di depan orang tua. Kita pun menghormatinya. Pertanyaannya, apakah kita termasuk orang yang sopan ketika duduk, berbicara, dan berinteraksi dengan orang-orang yang lebih tua? Sering kita tidak mengukur tingkat kesopanan kita, bahkan kita sering mengorbankannya hanya karena pegal kaki, dengan bersolonjor misalnya. Lalu, kita relakan orang yang di depan kita teremehkan. Patut kiranya kita bertanya pada diri kita, apakah kita orang yang memiliki etika kesopanan atau tidak.
S kelima, santun. Kita pun berdecak kagum melihat orang yang mendahulukan kepentingan orang lain di angkutan umum, di jalanan, atau sedang dalam antrean, demi kebaikan orang lain. Memang orang mengalah memberikan haknya untuk kepentingan orang lain, untuk kebaikan. Ini adalah sebuah pesan tersendiri. Pertanyaannya adalah, sampai sejauh mana kesantunan yang kita miliki? Sejauh mana hak kita telah dinikmati oleh orang lain dan untuk itu kita turut berbahagia? Sejauh mana kelapangdadaan diri kita, sifat pemaaf ataupun kesungguhan kita untuk membalas kebaikan orang yang kurang baik?
Saudara-saudaraku, Islam sudah banyak disampaikan oleh aneka teori dan dalil. Begitu agung dan indah. Yang dibutuhkan sekarang adalah, mana pribadi-pribadi yang indah dan agung itu? Yuk, kita jadikan diri kita sebagai bukti keindahan Islam, walau secara sederhana. Amboi, alangkah indahnya wajah yang jernih, ceria, senyum yang tulus dan ikhlas, membahagiakan siapapun. Betapa nyamannya suasana saat salam hangat ditebar, saling mendo’akan, menyapa dengan ramah, lembut, dan penuh perhatian. Alangkah agungnya pribadi kita, jika penampilan kita selalu sopan dengan siapapun dan dalam kondisi bagaimana pun. Betapa nikmatnya dipandang, jika pribadi kita santun, mau mendahulukan orang lain, rela mengalah dan memberikan haknya, lapang dada,, pemaaf yang tulus, dan ingin membalas keburukan dengan kebaikan serta kemuliaan.
Saudaraku, Insya Allah. Andai diri kita sudah berjuang untuk berperilaku lima S ini, semoga kita termasuk dalam golongan mujahidin dan mujahidah yang akan mengobarkan kemuliaan Islam sebagaimana dicita-citakan Rasulullah SAW, Innama buitsu liutammima makarimal akhlak, “Sesungguhnya aku diutus ke bumi ini untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak.***

Sumber           : Tausiyah Aa Gym 
Sumber Gambar: https://anggih91.files.wordpress.com/2013/12/kartun2.jpg